Monday 3 August 2009

KEDUDUKAN TOKOH WANITA DALAM NOVEL “TARIAN BUMI” KARYA OKA RUSMINI (KAJIAN FEMINIS)

Oleh : ENI FARIDAH

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedudukan wanita yang menjadi objek dalam penciptaan karya sastra menimbulkan adanya persepsi kurang baik dan sebuah pandangan tersendiri terhadap wanita, wanita tidak memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Dan wanita juga tidak berdaya intelektual tinggi, selain itu juga dapat menimbulkan pandangan lain tentang wanita, yaitu selalu dianggap lemah, tidak kreatif, berperan domestik, dan selalu berada pada kekuasaan laki-laki.
Dengan adanya anggapan-anggapan tentang kedudukan wanita tersebut. Mendorong wanita untuk menjadi maju dan modern. Seiring dengan meningkatnya kemakmuran dan pendidikan wanita akibat industrialisasi. Jumlah pembaca menjadi meningkat, dan wanita juga menjadi pembaca utama karya-karya sastra yang terbit pada era modern.
Menurut kartono (1992: 10) wanita dapat merealisasikan diri dengan bakat dan potensi yang dimilikinya untuk perjuangan. Eksistensinya secara khusus dan manusiawi. Dalam keberadaannya di dunia, wanita mempunyai hubungan tertentu dengan realitas, sehingga sanggup melepaskan diri dari situasi sekarang dan di sisi lain menujuhari esok.
Dalam pengembangan karya sastra, perempuan sering dimunculkansebagai fokus pembicaraan. Akhirnya sebuah karya sastra, khususny yang berupa novel dapat mengenalkan kehidupan perembuan dengan segala tantangan dan permasalahan yang ada di lingkungan. Dalam kenyataanya realita sosial telah membuka tabir bahwa unsur feminisme telah bertolak sebagai dasar pembagian fungsi antara jenis kelamin dalam berbagai segi, karena kita tahu bahwa karya sastra sebagai refleksi kehidupan akan terus mewakili situasi dan keadaan sekitarnya (Damono 1984: 1)


1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana kedudukan tokoh wanita dalam novel “Tarian Bumi” karya oka Rusmini.
1.2.2 Bagaimana peranan tokoh wanita dalam novel “Tarian Bumi” karya oka Rusmini.

1.3 Tujuan
1.3.1 Mendiskripsikan tokoh wanita dalam novel “Tarian Bumi” karya oka Rusmini.
1.3.2 Mendiskripsikan pernan tokoh wanita dalam novel “Tarian Bumi” karya oka Rusmini.

2. KAJIAN TEORI
2.1 Tokoh Cerita
Suatu cerita dalam prosa fiksi selalu didukung oleh sejumlah tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mendukung peristiwa sehingga mampu menjalin suatu cerita disebut tokoh. Sebagaimana pendapat Atar Semi (1988: 36) bahwa kehadiran penokohan dan perwatakan dalam sebuah karya fiksi sangat penting, dan bahkan diceritakan tidak mungkin ada cerita tanpa tokoh yang bergerak dan akhirnya membentuk alur cerita.
Berdasarkan atas karakternya, aspek tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sederhana dan tokoh kompleks. Tokoh sederhana atau tokoh datar ialah tokoh yang kurang mewakili personalitas manusia, dan biasanya hanya ditonjolkan dari satu dimensi saja. Tokoh ini cenderung tidak dikembangkan sedangkan tokoh kompleks atau tokoh bulat ialah tokoh yang dapat dilihat dari semua sisi kehidupannya (Sijiman, 1992: 17-20).
Sayuti (2000:74) berpendapat, tokoh utama atau tokoh sentral suatu karya fiksi dapat ditentukan dengan tiga cara: (1) tokoh yang paling terlibat dengan makna atau tema; (2) tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain; (3) tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.


2.2 Teori Feminis
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (women), berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial.
Tujuan feminis adalah keseimbangan. Feminis adalah gerakan gerakan kaum wanita untuk menolok segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan. Baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.
Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminim dikaitkan dengan cara-cara memakai karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi ataupun resepsi. Dengan demikian emansipasi wanita merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak.
Marry Wollstonecraft (dalam Djajanegara, 2000: 30) mengatakan bahwa kaum perempuan, khususnya dari kalangan menengah merupakan kelas yang tertindas myang harus bangkit dari belenggu rumah tangga. Kondisi timpang yang dialami kaum perempuan, membuat perempuan tergerak untuk memprotes tindakan-tindakan tersebut, dengan cara memunculkan feminisme dalam karyanya dengan menampilkan tokoh-tokoh perempuan dalam karyanya.
Teori feminis sebagai alat kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya, erat kaitannya dengan konflik kelas dan ras, khususnya konflik gender. Artinya, antara konflik kelas dengan feminisme memiliki asumsi-asumsi yang sejajar, mendeskontruksikan sistem dominasi dan hegemoni.
Dalam teori-teori sastra komtemporer, feminisme merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir diseluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak perempuan sama dengan laki-laki.

2.3 Suku Bali
Suku Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaannya. Sedangkan kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama. Selain itu agama Hindu yang telah lama terintegrasikan kedalam kebudayaan Bali, dirasakan pula sebagai suatu unsur yang memperkuat adanya kesadaran akan satuan itu.
Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali. Karena dengan keadaan itu seseorang memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen dan sistem kasta, maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidaknya antara orang-orang yang dianggap sedrajat dalam kasta. Perkawinan adat di Bali bersifat endogami klen, jika perkawinan antara kasta terjadi, dimana kasta wanita lebih tinggi dari kasta pria, maka wanita itu dinyatakan keluar dari klennya. Namun sejak tahun 1951 hukum seperti itu tidak pernah dilakukan lagi.

3. PEMBAHASAN
Di tengah-tengah meganya Bali, terselip berbagai bentuk ketidak-adilan yang dialami perempuan Bali. Dimana perempuan berada dibawah dominasi laki, perempuan sebagai pelengkap. Perempuan sebagai mahkluk kelas dua. Sebagaimana yang dapat kita baca pada halaman 22 :
“Aku capek jadi perempuan miskin, Luh. Tidak ada orang yang menghargaiku. Ayahku telibat kegiatan politik, sampai kini tak jelas hidup atau matikah dia. Orang-orang mengucilkan aku kata mereka, aku anak penghianat. Anak PKI ! yang berbuat ayahku yang menanggung beban aku dan keluargaku. Kadang-kadang aku berfikir kalau kutemukan laki-laki itu aku akan membunuhnya...!”
Selain itu perempuan dianggap sebagai sumber dari malapetaka, walaupun perempuan tersebut berasal dari kasta brahmana. Sebagaimana yang tertulis di halaman 152 :
“Berkali-kali tiang berkata, menikah dengan perempuan Ida Ayu pasti mendatangkan kesialan. Sekarang anakku mati! Wayan tidak pernah mau mengerti. Ini bukan cerita dongeng. Ini kebenaran. Kalau sudah begini jadinya aku harus bicara apa lagi ! “Luh Gumbreg memukul dadanya. Menatap telaga tidak senang.
Telaga adalah potret pemberontakan perempuan Bali terhadap praktik-praktik budaya yang menindas dengan caranya sendiri; menjalani hidupnya diantara ambang penerimaan dan ketidak patuhan, diantara penyerahan dan kebebasan. Tetapi dalamhidup tidak pernah ada kebebasan yang sempurna. Untuk mendapatkan ketrentaman.
Telaga harus melakukan ulpacara pati wangi, upacara penanggalan gelar “Ida Ayu”. Seperti yang ada pada empat paragraf terakhir pada novel Tarian Bumi :
Telaga mulai mebuka bajunya. Dia hanya mengenakan kain sebatas dada. Seorang pemangku mengucapkan mantra-mantra. Kaki perempuan itu diletakkan pada kepala Telaga, tepat diubun-ubun. Air dan bunga menyatu. Kali ini, Telaga merasakan air dan bunga tidak bersahabat dengannya. Air menulsuk-nusuk tubuhnya. Bunga-bunga mengorek lebih dalam lukanya. Sebuah upacara harus dilakukan demi ketnangan keluarganya. Dmi Luh Sari, Telaga telah dianggap sumber malapetaka dan kesialan keluarga Gumbreg.
Air itu mulsi menguasai tubuhnya seperti ratusan tombak tajam. Telaga menggigil.
“Aku tidak pernah meminta peran sebagai Ida Ayu Telaga Pidada. Kalaupun hidup terus memaksaku memainkan peran tu, aku harus menjadi aktor yang baik. Dan hidup harus bertanggung jawab atas permainan gemilangku sebagai Telaga.”
Dlam kenyataan hanya seks, sebagai male-female yang ditentukan secara kodrati, secara biologis. Sebaliknya gender dan jenis kelamin yaitu masculine – feminine ditentukan secra kultural, sebagai hasil pengaturan kembali infrastruktur material dan superstruktur ideologis. Sebagaimana perempuan Bali pada umumnya mereka sangat kuat dalam menghadapi hidup. Walaupun perempuan dalam kebudataan Bali yang patriarki adalah individu-individu yang menomerduakan dirinya.

4. SIMPULAN
Setelah menganalisis data yang ada, makalah ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
4.1 Kedudukan tokoh wanita dalam novel Tarian Bumi adalah sebagai fokus pembicaraan, dimana novel tersebut digambarkan kehidupan perempuan dengan segala tantangan dan permasalahan yang ada dilingkungannya.
4.2 Adapun peranan tokoh wanita dalam novel Tarian Bumi adalah sebagai tokoh kompleks atau tokoh bulat, tokoh yang dapat dilihat dari semua sisi kehidupannya.


DAFTAR PUSTAKA

 Damono, Sapardi Djoko, 1984. Sosiologi Sastra, Jakarta : Pusat Bahasa.

 Djajanegara, Sunarjati, 2000. Kritik Sastra Sebuah Pengantar, Jakarta : Gramedia.
 Kartono, Kartini. 1992. Psikologi Wanita II : Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek. Bandung : Mandar Maju.
 Koentjaraningrat dkk. 1971, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.
 Ratna Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Jokjakarta : Pustaka Pelajar.
 Sayuti, Suminto.A. 200. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta : Gema Media.
 Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Bandung : Angkasa Raya.

 Sudjiman, Panuti. 1993 Memahami Larik Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya.



LAMPIRAN
• Sinopsis Novel
Cerita bermula ketika Luh Sekar berobsesi menjadi seorang yang berdrajat tinggi, dan untuk memnuhi obsesinya itu, dia melakukan banyak cara. Luh Sekar terlalu mengagungkan nilai-nilai kebangsawanan, dia berfikir menjadi bagian dari keluarga besar “griya” drajatnya lebih tinggi dibanding perempuan sudra lainnya.
Setelah disunting secara sah oleh Ida Bagus Ngurah Pidada, Luh Sekar tidak hanya harus meninggalkan keluarga dan kebiasaan-kebiasaannya. Selain berganti nama menjadi Jero Kenanga, dia harus juga meninggalkan semua yang pernah membesarkannya.
Setelah Jero Kenangan menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada, maka lahirlah Ida Ayu Telaga Pidada.
Ida Ayu Telaga Pidada adalah seorang penari oleg yang tidak terkalahkan. Ida Ayu Telaga Pidada kemudian menikah dengan Wayan Sasmitha yang seorang sudra, pernikahan itu dilarang. Karena dianggap menimbulkan malapetaka. Dan dari pernikahan itu Telaga melahirkan Luh Sari.
Ketika Wayan Sasmitha meninggal, hal ini dianggap sebagai malapetaka yang ditimbulkan dari pernikahan campuran. Dan malapetaka itu akan hilang jika Telaga melakukan upacara patiwangi, upacara penanggalan gelar kebangsawanan. Setelah upacara itu, dilangsungkan Telaga menjadi wanita sudra seutuhnya.

No comments:

Post a Comment