Tuesday 20 July 2010

SEMINAR NASIONAL: Strategi menuju standar nasional pendidikan 2010

Tema: Strategi menuju standar nasional pendidikan

PEMBICARA
Pengawas sekolah Dispendik Jatim:
1. Drs. Bambang Pragoto
2. Drs. H. Soeparno.M.M.
2. Drs. Heru Asri Purno M.Si.

PENDAFTARAN
12-29 Juli 2010 Di Sekretarian BEM FT Gedung A11 UNESA

Mahasiswa@ Rp. 30.000,- (menunjukkan KTM)
Guru@ Rp. 75.000,-


PELAKSANAAN
Sabtu, 31 Juli 2010 mulai pukul 07.00-15.00 WIB Di lantai 3 Rektorat Unesa


FASILITAS
- Lunch
- sertifikat
- seminar kit
- snack
- modul


CP: Yusuf (081331410798)
Amir (085732390388)

Thursday 15 July 2010

SAYEMBARA PENULISAN NASKAH DRAMA NASIONAL 2010

Federasi Teater Indonesia kembali mengadakan sayembara penulisan naskah drama tingkat nasional. Melalui sayembara ini FTI bermaksud meningkatkan perbendaharaan naskah drama Indonesia dan mencari alternatife dan gagasan baru pertunjukan teater yang dapat mewakili persoalan-persoalan kemasyarakatan mutakhir kita. Dari kedekatan teater dengan persoalan publik pertunjukan di tanah air diharapkan bisa lebih dekat dengan penontonnya



Untuk menstimulus para penulis baru FTI tidak membatasi ketentuan sayembara. Namun diharapkan isi naskah berakar pada konteks kekinian Indonesia dan tidak melakukan pelecehan terhadap SARA. Sayembara ini juga terbuka untuk semua kalangan, usia, dan domisili. Bagi yang berminat peserta dapat mengirimkan naskahnya paling lambat tanggal 19 November 2010 dengan ketentuan umum sebagai berikut:



a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia,

b. Jumlah halaman naskah minimal 30 halaman. (ukuran kertas A4, 2 Spasi, Times New Roman)

c. Tidak SARA,

d. Original (bukan plagiat, terjemahan atau saduran),

e. Naskah dikirim dalam file digital (soft copy) 1 buah

f. 4 buah dalam hard copy

g. Photo copy KTP/identitas lainnya

h. Biodata penulis

i. Tidak mencantumkan nama pada naskah yang akan disayembarakan

j. Surat pernyataan bahwa naskah yang dikirim adalah original, belum pernah diterbitkan dan tidak sedang diikutsertakan dalam lomba lain, bermaterai 6000



Naskah dikirim ke sekretariat FTI dengan kode: SPNDN FTI 2010. Jln Panglima Polim IV No 47, Kebayoran baru. Jakarta selatan 12160. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi FTI (021 739 2143) atau Contact person : 085280383999 (Olive)



Selamat bergabung!

(catatan Abdul Malik di FB)

Wednesday 14 July 2010

ZIARAH MANDAR: Sebuah Pembacaan Awal (*)


Oleh : Abdul Malik (**)

Di sebuah jazirah, suatu hari:
Kenanganku yang ramping memanjat tebing karang
Yang bergelayut ke tengah, bergelayut
Pada jenggot pohonan dan sayap elang
Meluncur dan memecahkan diri di udara
Seperti hamburan belerang

(Paesaggio, Acep Zamzam Noor)

———-

Kritikus sastra Indonesia, H.B, Jassin pernah menyampaikan kerinduannya pada karya sastra Indnesia:

“ Bagi para pengarang sungguh masih banyak daerah yang belum dijelajah. Untuk menyebutkan beberapa contoh: kehidupan penyelam mutiara di sebelah timur kepulauan kita, kehidupan di tambang-tambang minyak tanah dan batubara, kehidupan suku bangsa yang terpencil jauh di pedalaman seperti pegunungan Kalimantan, kehidupan para nelayan mencari nafkah di tengah laut, alam dunia juru terbang yang kini mengarungi udara kita. Kita tidak kehabisan bahan dan persoalan.” Demikian seperti dikutip A.A Navis dalam majalah sastra dan budaya Horison Edisi Januari 1994, halaman 9.

Barangkali secara tak langsung, terbitnya buku kumpulan cerpen Ziarah Mandar karya Bustan Basir Maras menjawab kerinduan almarhum H.B.Jassin. Memuat 16 cerpen, 5 di antaranya mengambil Mandar sebagai latar belakang cerita, masing-masing: Paqlao, Perahu-perahu Berlayar ke Barat, Ziarah Mandar, Damarcinna, dan Tammalanre.

Berbeda dengan bahasa di brosur wisata yang seringkali membosankan ataupun promosi Lonely Planet yang singkat dan padat, Ziarah Mandar merupakan pengalaman pengembaraan, pergulatan menghadap kerasnya kehidupan dan catatan-catatan kritis Bustan Basir Maras terhadap kekayaan alam Mandar yang makin tergerus kapitalisme asing—ditulis dengan bahasa dan alur sederhana.

Dalam cerpen Paqlao sang tokoh mengakui bahwa ia tak sepenuhnya berhasil menghadapi kerasnya kehidupan:

Itulah sebabnya, setelah ribuan kilo jarak perantauan yang ia tempuh, kini ia memilih pulang ke kampung halamannya. Ia memilih pulang ke pangkuan ibunya. Pulang ke tanah tumpah darahnya, tanah Mandar, berkumpul dengan sanak saudaranya, agar ia tak dianggap telah mati. Dengan harapan semoga disana esok bisa dianyam dengan wajah tengadah! Harap-pinta dan doanya dalam hati. (hal. 12)

Dan Joseph Brodsky, mencatat bahwa kesunyian mengkotakkan seorang lelaki, siapapun dia.

Kerinduan pada kampung halaman merupakan salah satu “sumur inspirasi” yang tak pernah kering untuk menulis. Jason Weiss pernah melakukan wawancara pada sejumlah penulis dunia yang pernah singgah dan menetap di kota Paris. Mereka antara lain: Julio Cortazar, Gunter Grass, E.M.Cioran, Eugene Ionesco, Carlos Fuentes, Milan Kundera, Octavio Paz. Dalam buku yang telah terbit terjemahan bahasa Indonesia dengan judul Taruhan Mewujudkan Tulisan; Wawancara dengan Para Penulis Terkemuka di Paris (Jalasutra, Jogja, 2006), para penulis mengurai bagaimana mereka mempertaruhkan hidupnya untuk menulis, mencatat ingatan masa silam pada kampung halamannya.

Octavio Paz mengudar kenangan masa kanak-kanak di kampung halamannya pada bukunya The Privelege of Sight:

Mixoac kini lebih merupakan daerah pinggiran kota yang agak kumuh di Mexico City, tetapi ketika saya masih kecil Mixoac adalah sebuah desa kecil. Sebuah desa yang sangat tua dari zaman pra-Kolumbia. Nama Mixoac berasal dari dewa Mixoati, nama Nahuatl untuk Bima Sakti (Milky Way). Ia juga berarti “Ular Awan” (Claud Serpent), seakaan-akan Bima Sakti itu adalah seekor yang terdiri dari awan-awan. Kami mempunyai sebuah piramida kecil, sebuah piramida tiruan, tetapi bagaimanapun tetap sebuah piramida—walau kecil dan tiruan. Kami juga mempunyai sebuah biara (convent) abad ke-17. Tetangga-tetangga saya menyebutnya sebagai San Juan, dan gereja di daerah tersebut berasal dari abad enam belas, salah satu dari gereja-gereja tertua. Juga di sana terdapat rumah yang dibuat pada abad delapan belas dan embilan belas, beberapa dianataranya mempunyai kebun-kebun yang luas, karena di akhir abad sembilan belas itu Mixoac merupakan daerah peristirahatan untuk musim panas. Jadi ketika revolusi pecah, kami diwajibkan, dengan segala kebahagiaan, saya kira untuk pindah ke sana. Kami dikelilingi oleh kenangan-kenangan kecil dari dua masa lalu yang masih tetap hidup, masa pra-Kolumbia dan masa penjajahan.

(hal. 207-208)

Kenangan masa kecil pada kampung halaman juga menjadi latar belakang Cinema Paradiso, sebuah film besutan sutradara Italia, Giuseppe Tornatore . Seorang sutradara film, Salvatore “Toto” Di Vita pulang ke kampung kelahirannya di kepulauan Sicilia setelah 30 tahun. Dalam film sepanjang 155 menit tersebut sang sutradara mengingat kembali persahabatannya dengan Alfredo sang pemutar proyektor dan pada Elena, gadis yang dicintainya.

Mandar sebagai judul merupakan salah satu upaya membetot perhatian pembaca. Sederetan penulis memakai nama tempat sebagai judul bukunya: Cerita Dari Blora (Pramoedya Ananta Toer), Madura, Akulah Lautmu, Madura Akulah Darahmu (D Zawawi Imron), Kremil (Suparto Brata), Orang-orang Bloomington (Budi Darma), Pecinan di Malang (Ratna Indraswari Ibrahim), Diatas Umbria (Acep Zamzam Noor), To Urania: Selected Poems 1965-1985 ( Joseph Brodsky), Elegi untuk Kosovo (Ismail Kadare), Modjokerto in de motregen (Mojokerto di waktu Gerimis, Willem Walraven), dll.

Dalam Ziarah Mandar, Bustan Basir Maras menulis dengan cukup detil geografis Mandar bagi “pembaca awam” yang belum mengenal Mandar.

Pada lembaran itu Ari masih bisa membaca dengan baik beberapa daerah di Teluk Mandar yang akan segera dieksplorasi. Dari Sendana hingga Pasangkayu. Salah satunya adalah potensi minyak yang telah disurvey tim ahli dari negara paling modern di planet bumi ini, beberapa bulan sebelumnya, saat kapal induk Negara Adi Daya itu datang berkedok mencari bangkai pesawat yang konon jatuh di teluk Mandar beberapa bulan silam. (hal. 75)

Dalam hal ini Bustan Basir Maras dan Ziarah Mandar telah menorehkan Kesaksian-nya WS. Rendra:

Aku mendengar suara
Jerit hewan yang terluka
Ada orang memanah rembulan
Ada anak burung terjatuh dari sarangnya
Orang-orang harus dibangunkan
Kesaksian harus diberikan
Agar kehidupan bisa terjaga

Mojokerto, 14 Juli 2010

—————-

* Disampaikan dalam Bedah Buku Kumpulan Cerpen Ziarah Mandar, karya Bustan Basir Maras, Rabu, 14 Juli 2010 pukul 1 siang di Omah Pring, Dusun Mojokuripan RT 1 RW 03 Desa Jogoloyo Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Kerjasama Komunitas Lembah Pring dan Goeboek Indonesia.

** Pengelola Balai Belajar Bersama Banyumili, Mojokerto. E-mail: pustakabanyumili@gmail.com. HP: 081 80 3230 472