Thursday 30 December 2010

diskusi rutin









Hadirlah Ibu


Sederas hujan airmata yang kau cucurkan

di saat tak mampu menghapus kerinduan,

seperti getah kamboja kau rasakan di saat

ia tak kunjung datang

Kau yakin bulan tak datang setiap

malam tapi kau ingin ia datang

di saat malam dihantui suara petir

bersama hujan angin yang akhirnya banjir

Aku iri Tuhan…

Aku iri dengan siang yang selalu disinari

oleh matahari walaupun mendung kadang datang

menutupi. “Itu katamu” itu katamu di dalam

kamar yang tampak redup dengan jendela

yang sudah tertutup.

Kau selalu berangan, bisa memberikan

Pengabdian padanya, memeluknya

Seperti pelukan embun kepada daun

Yang selalu datang di pagi hari, atau

Pelukan awan kepada gunung di

Saat mendung

Harapanmu…Tuhan akan menyampaikan

Rintihan hati dan hadirkan dia untuk

mengisi sunyi yang kian mendalam setiap hari





Anjing dan seorang putri


Kulihat bulan yang bersinar darimu

Kuharap mampu menyinari gelapnya hatiku,

dan membangkitkan semangat yang membangkitkan

hidup di saat cahayaku sedang redup

Canda, tawa dan senyummu

Membawaku terbang ke dalam angan

yang mengisahkan tentang keindahan

cinta antara putri dan pangeran

yang hidup di sebuah kerajaan.

Sikapmu yang lembut dan suaramu

yang manja telah menghapuskan

luka lama yang mengenalkanku

pada resah dan kecewa

Aku berharap suatu saat dapat menggenggam

cintamu dan

membawa terbang ke atas

langit, aku biarkan di sana agar semua

tahu betapa pentingnya kamu di hatiku

Namun itu tidaklah mungkin

Karena seekor anjing tidak akan

Bisa bersanding dengan putri yang

tinggal di istana. Di mana dinding

terbuat dari doa, beratap dzikir

dan selalu di jaga malaikat-malaikat

Impian itu telah sirna di saat

sadar siapa aku dan siapa engkau

langit dan bumi akan bersatu

namun dunia akan hancur





Menulis: Sebuah kehidupan


Menyoal tentang kehidupan, sungguh tak cukup waktu satu jam, dua jam. Bila ingin mengupas kehidupan, sampai akhir hayat kita pasti tiada akan selesai. Sedangkan menulis sendiri menurut Henry Muller merupakan "jalan untuk mendekati hidup secara tidak langsung, untuk memperoleh gambaran yang lebih banyak bersifat menyeluruh dari pada hanya sebagian saja dari pada alam semesta."

seperti yang telah diungkapkan oleh Miller, menulis merupakan salah satu cara atau jalan untuk memahami kehidupan. Dan menurut Pramoedya Ananta Toer untuk memahami kehidupan, kita harus mempelajari manusia. dan dalam sastra kita bisa mendapatkan pengetahuan mengenai manusia dengan segala kebutuhannya. jadi secara tidak langsung, mempelajari sastra sama halnya dengan mempelajari dan memahami seluk-beluk kehidupan.



kehidupan dalam sebuah sajak

Seperti yang telah saya kemukakan pada awal tulisan ini. Sekarang saya akan menyelami sebuah kehidupan dalam karya sastra (baca: puisi).

Dua sajak Indra Cahya L. (selanjutnya disebut Indra) terdapat kisah dua sosok manusia. Manusia pertama dalam sajak Anjing dan Seorang Putri di mana dalam sajak itu mengisahkan manusia yang dirundung bimbang karena perbedaan yang mendekam antara dirinya dengan sosok manusia yang dicintainya. Manusia kedua, dalam sajak Hadirlah Ibu. dalam sajak itu mengisahkan sosok seorang ibu yang kasihnya tak berpenghujung.

Indra dalam sajak Anjing dan Seorang Putri memetaforkan perbedaan itu dengan dua hal yang sangat kontras yakni anjing dan seorang putri. meski Indra juga menyebutkan hubungan kisah cinta yang indah itu layaknya seperti pangeran dan putri. Itulah ajaran mengenai cinta, bahwa sulit mengubah persepsi mengenai perbedaan dan lebih pantas diakhiri. Indra dalam penggarapan sajak ini pasti memiliki konsentrasi tersendiri, sehingga kisah cinta itu akhirnya dilahirkan dalam puisi. tapi sajak indra ini masih kurang lancang.

Setiap penulis (baca: penyair) pasti memiliki konsentrasi-konsentrasi tersendiri. Indra mungkin masih mencari jalan untuk menempati konsentrasi tertinggi, sehingga sajaknya masih terkesan cengeng. Berbeda dengan Deny Tri Ariyanti, yang juga mengusung perbedaan dalam sebuah cinta. Perhatikan kutipan berikut:





Masihkah rasa ini kau sebut kerinduan

setelah kau lihat ulat melata sepanjang jalan

menggerogoti kesunyian yang mampir di sela pori jantungku

Meski cinta kita tak diilhami matahari

tapi isak purnama masih terasa berdentum di ujung kamarku

mengapa tak kau gapai kemuskilan ini

dengan mimpi-mimpi pidadari


(Deny Tri Aryanti, Masihkah Kau Sebut Kerinduan)



Meski Deny juga menyoal tentang cinta dalam sajaknya itu, tapi ia sangat lantang. Deny menyatakan perbedaan dengan kekasihnya, tetapi sama halnya dengan Indra. posisi keduanya sama-sama dalam kondisi terhimpit. namun Deny mampu menyuarakan keterhimpitan itu dengan lantang.

sedangkan dalam sajak keduanya, Indra kini beralih ke sosok seorang ibu, kini kekalemannya Indra tertutupi dengan sosok seorang ibu, sosok manusia serupa malaikat. sehingga kelemahannya tidak berkesan cenggeng.



Sederas hujan airmata yang kau curahkan

di saat tak mampu menghapus kerinduan,

sepahit getah Kamboja kau rasakan di saat

ia tak kunjung datang





kata-kata dalam tiap baris begitu menyiratkan sosok seorang ibu. sehingga dalam Indra tertolong dalam sajak ini. Suatu hal yang perlu diperhatikan juga harus mampu mengolah insting sehingga kosentrasi semakin memuncak dan mencapai puncak sajak.***



Biodata :

Akhmad Fatoni, lahir dan tinggal di Mojokerto. Bergiat di Komunitas Arek Japan (KAJ)





diskusi dilaksanakan di warkop depan koramil Mojosari, pukul 19.30-21.00 WIB

Facebrick dan Sejarah Puisi @ MAKALAH GELADAK SASTRA # 12

Facebrick dan Sejarah Puisi *



Oleh : Gandis Uka **



Kenyataan sejarah yang melatarbelakangi proses penciptaan puisi mempunyai peranan yang penting dalam memberikan makna puisi itu. Puisi seringkali memotret jaman tertentu dan akan menjadi refleksi jaman tertentu pula. Kaidah estetika yang digunakan penyair biasanya selaras dengan kaidah estetika jaman tertentu. Penafsiran puisi yang mengacu pada kenyataan sejarah akan lebih konkret dan mendekati maksud penyair yang sebenarnya. Di samping itu kita juga berusaha memberikan nilai sebuah puisi sesuai dengan jaman terciptanya puisi itu, sesuai dengan norma estetika yang berlaku pada masa tersebut. Setiap puisi pasti berhubungan dengan penyairnya karena puisi diciptakan dengan mengungkapkan diri penyair sendiri. Di dalam puisi, laku lirik memberikan tema, nada, perasaan, dan amanat. Rahasia di balik majas, diksi, imaji, kata konkrit, dan versifikasi akan dapat ditafsirkan dengan tepat jika kita berusaha memahami rasa penyairnya.



Kumpulan puisi Facebrick ini seperti kata pengantarnya adalah hasil olah rasa/ pengalaman batin setiap penulisnya yang sedang mencari eksistensinya seiring dengan perkembangan jaman yang semakin membingungkan. Kebingungan itu pun terlihat ketika mereka sampaikan dalam bentuk karya sastra yang menurut pengamatan bodoh saya seharusnya bisa lebih menonjok lagi, ada kegamangan atau semacam sekat untuk mengungkapkan kebingungan yang mereka rasakan sehingga makna yang hendak disampaikan tiba-tiba ambyar. Padahal jika kita menghadapi sebuah puisi, kita tidak hanya berhadapan dengan unsur kebahasaan yang meliputi serangkaian kata-kata indah, namun juga merupakan kesatuan bentuk pemikiran atau struktur makna yang hendak diucapkan oleh penyair.



Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua. Bentuk puisi yang paling tua adalah mantra. Di dalam mantra tercermin hakekat sesungguhnya dari puisi, bahwa pengkonsentrasian kekuatan bahasa itu dimaksudkan oleh penciptanya untuk menimbulkan daya magis atau kekuatan gaib. Dalam perkembangannya di indonesia, kita kenal sebagai tipografi dan model puisi yang menunjukkan perkembangan strukur puisi tersebut.



Di sini saya mencoba menautkannya dengan puisi Sigit Yitmono Aji “Ajiku aji” yang didalamnya dia mencoba memilih kata dengan sangat seksama, dengan bunyi-bunyi yang diusahakan berulang-ulang dengan maksud memperkuat daya sugesti, mungkin jika dibaca secara keras akan menimbulkan efek bunyi yang bersifat magis. Akan tetapi apakah puisi “Ajiku aji” termasuk mantra? Karena kebanyakan mantra menggunakan kata-kata yang kurang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga ujud puisi yang dituliskan Mas Purwanto yang awalnya saya pikir mengacu pada puisi kontemporer karena melihat bentuk grafis penulisannya, larik pertama menjorok kedalam selanjutnya menjorok keluar dan seterusnya, mungkin ada maksud tertentu atau makna tersendiri ketika menuliskan puisinya sedemikian rupa?



Lain halnya ketika membaca puisi Arya Esa Mahadewa yang menggunakan bahasa Jawa ketika mengkritisi jaman yang semakin edan, mengingatkan saya pada rekan-rekan yang berjuang mengembalikan/membangkitkan sastra etnik di tiap daerah, karena tidak sedikit anak jaman sekarang yang mengerti bahasa ibu (bahasa jawa), padahal kita tahu setiap daerah memiliki bahasa etnik sendiri, seperti di Jombang sendiri ada bahasa yang di sebut dengan gaya Jombangan, apa salahnya jika bahasa Jombangan itu diolah menjadi karya sastra yang berbentuk puisi? Ketika belajar sastra etnik tidak semua kata harus menggunakan bahasa jawa, bisa dengan campuran atau membuat puisi dengan bahasa indonesia yang kemudian dimasuki bahasa jawa. Keragaman bahasa daerah itu yang diangkat, karena kita sendiri juga tahu bahwa bahasa jawa memiliki lapisa-lapisan yang berbeda/ unggah-ungguh yang pastinya membuat kita semakin kaya dan semakin kreatif.



Dari seluruh pengamatan, saya bukan mengkritisi dan saya juga tidak menilai karena dalam sebuah karya sastra dewasa ini semua sah-sah saja (dalam tanda kutip), dan kita sama-sama belajar untuk kedepannya saya berharap tidak berhenti sampai disini tetapi akan ada proses kreatif yang lebih spektakuler lagi. Selamat berkarya.

****

---------------

* Makalah ini disampaikan dalam acara GELADAK SASTRA # 12; "Bedah Buku: Facebrick (Antologi Bersama Kelompok Alief Mojoagung)", pada hari Jum'at, 31 Desember 2010, pukul : 08.00 Wib, di Aula Griya Taruna, Pelayanan Sosial Remaja Terlantar/ PSBR (Panti Sosial Bina Remaja), Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 03, Jombang.

** Gandis Uka, penulis (cerpen dan puisi), pengajar dan pelatih Teater SENJA di MTs SMESTA 789


diambil dari catatan fb jabar abdullah

Friday 24 December 2010

Sajak-sajak Indra Cahya L.

Hadirlah Ibu

Sederas hujan airmata yang kau cucurkan
di saat tak mampu menghapus kerinduan,
seperti getah kamboja kau rasakan di saat
ia tak kunjung dating
Kau yakin bulan tak datang setiap
malam tapi kau ingin ia datang
di saat malam dihantui suara petir
bersama hujan angin yang akhirnya banjir
Aku iri Tuhan…
Aku iri dengan siang yang selalu disinari
oleh matahari walaupun mendung kadang dating
menutupi. “Itu katamu” itu katamu di dalam
kamar yang tampak redup dengan jendela
yang sudah tertutup.
Kau selalu berangan, bisa memberikan
Pengabdian padanya, memeluknya
Seperti pelukan embun kepada daun
Yang selalu dating di pagi hari, atau
Pelukan awan kepada gunung di
Saat mendung
Harapanmu…Tuhan akan menyampaikan
Rintihan hati dan hadirkan dia untuk
mengisi sunyi yang kian mendalam setiap hari

Anjing dan seorang putri

Kulihat bulan yang bersinar darimu
Kuharap mampu menyinari gelapnya hatiku,
dan membangkitkan semangat yang membangkitkan
hidup di saat cahayaku sedang redup
Canda, tawa dan senyummu
Membawaku terbang ke dalam angan
yang mengisahkan tentang keindahan
cinta antara putrid dan pangeran
yang hidup di sebuah kerajaan.
Sikapmu yang lembut dan suaramu
yang manja telah menghapuskan
luka lama yang mengenalkanku
pada resah dan kecewa
Aku berharap suatu saat dapat menggenggam
cintamu dan
membawa terbang ke atas
langit, aku biarkan di sana agar semua
tahu betapa pentingnya kamu di hatiku
Namun itu tidaklah munghkin
Karena seekor anjing tidak akan
Bisa bersanding dengan putrid yang
tinggal di istana. Di mana dinding
terbuat dari doa, beratap dzikir
dan selalu di jaga malaikat-malaikat
Impian itu telah sirna di saat
sadar siapa aku dan siapa engkau
langit dan bumi akan bersatu
namun dunia akan hancur

Biodata:
Indra Cahya L. lahir dan tinggal di Mojokerto. Bergiat di Komunitas Arek Japan (KAJ).

sajak-sajak Indra Cahya L.

Jawaban dari Alam


Lidahku terikat
Tak mampu aku melempar kata
di saat membaca berita yang mengabarkan
derita dari sebuah bencana

gugur awan panas
gugurkan cita-cita anak cucu kita
yang tak ditemui di saat bencana
sedang melanda

Pijar menghantam fajar
Surya yang hendak pulang
Kau suguhkan kenangan yang tak terlupakan
Kenangan yang merobek hati di setiap nurani
Yang kini tiada pasti
Rintihan di setiap telinga
menuju ke ujung dada di saat Engkau
telah murka

gemuruh ombak kian menerpa
lukisan tangan dosa di kegelapan
di saat alam menerjang jadikan hamparan,
hamparan yang tak menyisakan bangunan

rumah setara tanah
tanah yang menopang jutaan jiwa
tak mampu berdaya menahan amarah
yang hanya bisa meronta-ronta
dan hanya bisa meronta

Keraguan

Benarkah yang kurasakan ini
Keraguan mendekam di hati
yang membuatku lupa diri
termenung di dalam kamar yang sepi
ditemani dua bayangmu
yang tiada pasti
terlintas di pikiranku
saat engkau mengucap janji suci
dari bibirmu yang merah dihiasi
dengan kata-kata yang indah
namun sulit dimakna
benarkah tidak atau iya

jarak yang membentang
menggoyangkan cintaku di saat engkau
jauh dariku

bersama dan terus bersamamu
mendirikan bangunan cinta di mana kita berdua
melukis cinta di dalam dindingnya
bercumbu, bercanda dan bahagia
atau dinding hanya kau jadika tutup
penghianatanmu di mana aku tak tahu itu
karena bangunan cintaku teramat tinggi

sungguh aku tak pernah mengerti
apa maksud di hatimu
tersimpan dan hanya kamu yang tahu
aku atau masa lalumu


Biodata:

Indra Cahya L. lahir dan tinggal di Mojokerto, bergiat di Komunitas Arek Japan (KAJ).

Monday 13 December 2010

makalah diskusi rutin Komunitas Arek

Tujuh wajah tujuh puisi dalam tujuh hari*
Samsul Arifin A.K.A Jr Dasamuka





Wajah laki-laki fatoni diantara wajah keseharian yang begitu sibuk dengan urusan-urusan konsumsi raga. Tapi ada saja waktu untuk urusan menulis (konsumsi jiwa). Tentu urusan menulis bukan urusan yang sia-sia karena aku meyakini tidak ada urusan di dunia ini yang ditujukan untuk kesia-siaan.
Dengan deru suara kereta api, ya….begitulah aku memberikan suasana. Ketika kuputar instrument liris manapun tapi tetap saja susah untuk mengiringi membaca puisi akhmad fatoni. Suara kereta itu akhirnya membawaku pada tujuan. Kereta itu juga seperti rutinitas panjang yang dialami toni, dalam kereta itu ada penumpang yang cantik, ibu yang teduh dan juga wajah laki-laki , tapi bukan wajah penulis. Karena dia menjadi masinis yang mengendalikan kereta ini.

3 puisi pertama
Hidup itu adalah hari ini, yang sedang kita jalani saat ini. Kemarin sebagai sejarah dan esok sebagai harapan. Begitulah kira-kira aku diingatkan oleh toni pada puisi-puisinya.
Sesudah itu ia mewujud kenangan, wajahnya merupa kuncup-kuncup yang tak lagi menawan/………./sesekali menyelinap untuk singgah/……./tapi darah belum tentu tak berguna/ (beberapa penggalan bait dari wajah mantan kekasih). Seperti itulah (setidaknya seperti yang kuyakini) wajah hari kemarin yang lama-lama menjadi masa lalu diwajahkan sebagai kuncup yang tidak lagi menawan. Menawan dalam arti tidak dapat lagi kita kunjungi dan kita ulang kembali. Kuncup bukan tanda mekar tapi kuncup setelah mekar. mantan waktu yang telah kita jalani bisa hadir sesekali bisa juga sering kali hadir. Tidak ada manusia yang bisa menghilangkan masa lalu tapi setidaknya bisa kita jadikan sebagai pelajaran untuk menjalani kehidupan hari ini.
Sekali lagi kehidupan adalah hari ini/……. /bila menatapnya membuat hati ini berdebar kencang/sekencang topan/meruntuhkan tatanan gedung-gedung megah/…….(wajah kekasih). Debar yang membuat kita hidup dan menjalani hidup itu dengan cinta (mencintai kehidupan yang sedang kita jalani) karena itulah yang penting. Melakukan yang terbaik hari ini untuk kehidupan yang indah. Dan menjadi masa lalu yang indah ketika hari ini mulai menjadi kemarin dan setelah ada hari berikutnya. Karena di depan masih banyak hari esok yang menawarkan kemungkinan untuk kita pilih.
seperti wajah calon kekasih ……/menggugah gairah dan memancingnya untuk muntah/setelah itu ia mencipta getar yang teramat indah/……./menebar janji untuk panen dengan hasil yang merekah/…..// ah…….begitulah masa depan, menebarkan berbagai kemungkinan. Berbagai harapan. Hari-hari untuk memuntahkan isi kepala dan kita tadah dalam puisi.
Lanturan apa ini aku seperti orang bijak saja. Tapi lanturan ini mengasikkan juga, melantur bersama puisi setidaknya seperti yang kuyakini tidak urusan yang sia-sia di dunia ini meski itu hanya sebuah lanturan. Sebelum lanturan ini bertambah luas ada rokok di depan kita untuk kita hisap dan kepulkan asapnya juga kopi yang harus kita sruput untuk menyadarkan kita. Kalau ada istri bisa kita ajak untuk begituan. Seperti puisi yang bisa membuat kita begini dan begitu.
Dalam memahami makna puisi ini, tentu akan sangat berlainan dengan fatoni. Begituah puisi. Rimba kata yang di dalamnya ada berbagai spesies makna. Kita bisa camping, berpetualang, menikmati pemandangan, dan kita juga bisa tersesat.

Yang meneduhkan dan yang menuduhkan
Buru-buru aku harus bertempur lagi seperti fatoni yang terus menderu melewati rel-rel yang sudah terpasang dan melewati garis yang sudah dipilih. Masih ada wajah pengasih yang bersekutu dengan wajah sahabat sejati melawan wajah petinggi yang bersekutu dengan wajah pemimpi. Apakah aku harus mengurainya satu persatu? Atau menangkap perasaan fatoni saja? dan ini pilihan yang aku pilih.

Melihat persekutuan yang pertama ada kesamaan karakteristik dalam kepenulisan puisi “teduh”. Menulis puisi dengan menggunakan majas perumpamaan yang dominan dan sedikit hyperbola dipilih toni untuk membangun 2 sajak tentang orang-orang yang “protagonis” dalam kehidupanya. Hal ini bisa saya katakan lebih save untuk menekankan sifat teduh dan dengan segala ke-protagonis-an-nya. Tengoklah kata bila dan akhiran (nya) pada 2 puisi itu(wajah pengasih dan wajah sahabat sejati ) begitu perumpamaan bukan? Ada spirit kejawen yang dipakai seperti alise nanggal sepisan, lambene sigar gambir, dan sebagainya. Sementara 2 puisi yang lain menuntun kita pada narasi kegelisahan yang berujung pada kesimpulan toni tentang kegelisahannya itu.
Ketika melihat pertandingan el clasico antara Barcelona dan real Madrid, pertandingan berakhir pembantaian 5-0 untuk kemenangan pasukan catalan. Permainan efektif dari kaki ke kaki yang menjadi ciri khas (baca wajah)anak asuh pep guardiola menjadi sangat menakutkan bagi los galaticos ala jose mourinho yang permainannya belum memiliki karakter yang jelas, meski dengan wajah-wajah pemain termahal dunia. Lho….lho….lho kok jadi komentator bola? Aku harus kembali kepada bahasa sastra

Membaca wajah
Beberapa waktu lalu tema ayat pernah dipakai oleh dadang ari murtono dalam periode kreatif kepenulisannya dan kali ini teman saya yang lain fatoni menemakan wajah.(dalam menulis judul pada puisi-puisinya yang ditulis dalam waktu yang berdekatan dan ditemakan) Tentu saja ayat liris dadang berbeda dengan Wajah yang menggambarkan laki-laki toni dengan segala kelaki-lakiannya. Tidak hendak mengatakan ini bukan sesuatu yang baru tapi bukankan keterpengaruhan itu sah-sah saja dan hukumnya bukan dosa. Tujuh wajah tujuh puisi dalam tujuh hari. Seperti hendak mengajarkan pada kita bahwa puisi bisa hadir untuk wajah-wajah yang mengakrabi keseharian, waktu yang sayang terbuang hilang untuk tidak dituang.
Mengapa wajah? Karena toni punya wajah dan aku mewajahkan toni dengan wajah yang aku punya. Wajah yang lama-lama menjadi samar seperti semar. Tapi sayangnya toni bukan semar seperti dalam pewayangan itu. Ada wajah yang gagal menjadi gagah. Eh…..kenapa bahasanya jadi seperti ini? Langsung saja selek lupa wuahaa…haaaa………ada banyak kata yang percuma, bahasa lainnya percuma adalah sia-sia(2 puisi terakhir). Tidak efektif. Terkesan dipanjang-panjangkan. Dan toni gagal membahasakan puisi itu. Puisi yang gagal memprosa. Puisi bukan, prosa bukan. Kenapa tidak bernyawa prosa saja mungkin kelahirannya akan lebih sempurna. Yang aku itu bukan gaya nulis loe man. Wajahmu tak mampu kukenali, ada penyair lain yang gagal kau jelmakan dirimu. Tidak satu tapi tiga orang lebih. Tapi bukan sepuluh wajah karena itu dasamuka dalam pewayangan. Mungkin analogi tentang Barcelona vs Real Madrid tadi bisa sebagai acuan.
Mungkinkah kita tanpa wajah? Tanpa wajah berarti manusia berwajah tanpa wajah. Bagaimana wajah toni? Lihatlah pada tulisan dan bahasanya. “keberadaan manusia sejatinya adalah di dalam bahasa”(Heideger).
Apa pentingnya membaca wajah toni? Kita bisa melihat wajah kita. Seperti halnya saat ini wajah makna yang dilukis toni dalam puisi, berbeda dengan wajah makna yang aku gambar dari puisi-puisi ini. Aku melihat puisinya telah mengisyaratkan pemaknaan yang mampu dibaca orang lain sebagai sesuatu yang lain. Dan puisi itu mampu lahir sebagai puisi dan kehidupannya kini ditangan pembaca. Halahhhh…..opo iki? Aneh. Terasa lapar waktunya makan. Selamat makan!!!!!




*disampaikan pada acara diskusi sastra KAJ, Mojosari.

makalah diskusi rutin Komunitas Arek Japan (KAJ)

Tujuh wajah tujuh puisi dalam tujuh hari*
Samsul Arifin A.K.A Jr Dasamuka





Wajah laki-laki fatoni diantara wajah keseharian yang begitu sibuk dengan urusan-urusan konsumsi raga. Tapi ada saja waktu untuk urusan menulis (konsumsi jiwa). Tentu urusan menulis bukan urusan yang sia-sia karena aku meyakini tidak ada urusan di dunia ini yang ditujukan untuk kesia-siaan.
Dengan deru suara kereta api, ya….begitulah aku memberikan suasana. Ketika kuputar instrument liris manapun tapi tetap saja susah untuk mengiringi membaca puisi akhmad fatoni. Suara kereta itu akhirnya membawaku pada tujuan. Kereta itu juga seperti rutinitas panjang yang dialami toni, dalam kereta itu ada penumpang yang cantik, ibu yang teduh dan juga wajah laki-laki , tapi bukan wajah penulis. Karena dia menjadi masinis yang mengendalikan kereta ini.

3 puisi pertama

Hidup itu adalah hari ini, yang sedang kita jalani saat ini. Kemarin sebagai sejarah dan esok sebagai harapan. Begitulah kira-kira aku diingatkan oleh toni pada puisi-puisinya.
Sesudah itu ia mewujud kenangan, wajahnya merupa kuncup-kuncup yang tak lagi menawan/………./sesekali menyelinap untuk singgah/……./tapi darah belum tentu tak berguna/ (beberapa penggalan bait dari wajah mantan kekasih). Seperti itulah (setidaknya seperti yang kuyakini) wajah hari kemarin yang lama-lama menjadi masa lalu diwajahkan sebagai kuncup yang tidak lagi menawan. Menawan dalam arti tidak dapat lagi kita kunjungi dan kita ulang kembali. Kuncup bukan tanda mekar tapi kuncup setelah mekar. mantan waktu yang telah kita jalani bisa hadir sesekali bisa juga sering kali hadir. Tidak ada manusia yang bisa menghilangkan masa lalu tapi setidaknya bisa kita jadikan sebagai pelajaran untuk menjalani kehidupan hari ini.
Sekali lagi kehidupan adalah hari ini/……. /bila menatapnya membuat hati ini berdebar kencang/sekencang topan/meruntuhkan tatanan gedung-gedung megah/…….(wajah kekasih). Debar yang membuat kita hidup dan menjalani hidup itu dengan cinta (mencintai kehidupan yang sedang kita jalani) karena itulah yang penting. Melakukan yang terbaik hari ini untuk kehidupan yang indah. Dan menjadi masa lalu yang indah ketika hari ini mulai menjadi kemarin dan setelah ada hari berikutnya. Karena di depan masih banyak hari esok yang menawarkan kemungkinan untuk kita pilih.
seperti wajah calon kekasih ……/menggugah gairah dan memancingnya untuk muntah/setelah itu ia mencipta getar yang teramat indah/……./menebar janji untuk panen dengan hasil yang merekah/…..// ah…….begitulah masa depan, menebarkan berbagai kemungkinan. Berbagai harapan. Hari-hari untuk memuntahkan isi kepala dan kita tadah dalam puisi.
Lanturan apa ini aku seperti orang bijak saja. Tapi lanturan ini mengasikkan juga, melantur bersama puisi setidaknya seperti yang kuyakini tidak urusan yang sia-sia di dunia ini meski itu hanya sebuah lanturan. Sebelum lanturan ini bertambah luas ada rokok di depan kita untuk kita hisap dan kepulkan asapnya juga kopi yang harus kita sruput untuk menyadarkan kita. Kalau ada istri bisa kita ajak untuk begituan. Seperti puisi yang bisa membuat kita begini dan begitu.
Dalam memahami makna puisi ini, tentu akan sangat berlainan dengan fatoni. Begituah puisi. Rimba kata yang di dalamnya ada berbagai spesies makna. Kita bisa camping, berpetualang, menikmati pemandangan, dan kita juga bisa tersesat.

Yang meneduhkan dan yang menuduhkan
Buru-buru aku harus bertempur lagi seperti fatoni yang terus menderu melewati rel-rel yang sudah terpasang dan melewati garis yang sudah dipilih. Masih ada wajah pengasih yang bersekutu dengan wajah sahabat sejati melawan wajah petinggi yang bersekutu dengan wajah pemimpi. Apakah aku harus mengurainya satu persatu? Atau menangkap perasaan fatoni saja? dan ini pilihan yang aku pilih.

Melihat persekutuan yang pertama ada kesamaan karakteristik dalam kepenulisan puisi “teduh”. Menulis puisi dengan menggunakan majas perumpamaan yang dominan dan sedikit hyperbola dipilih toni untuk membangun 2 sajak tentang orang-orang yang “protagonis” dalam kehidupanya. Hal ini bisa saya katakan lebih save untuk menekankan sifat teduh dan dengan segala ke-protagonis-an-nya. Tengoklah kata bila dan akhiran (nya) pada 2 puisi itu(wajah pengasih dan wajah sahabat sejati ) begitu perumpamaan bukan? Ada spirit kejawen yang dipakai seperti alise nanggal sepisan, lambene sigar gambir, dan sebagainya. Sementara 2 puisi yang lain menuntun kita pada narasi kegelisahan yang berujung pada kesimpulan toni tentang kegelisahannya itu.
Ketika melihat pertandingan el clasico antara Barcelona dan real Madrid, pertandingan berakhir pembantaian 5-0 untuk kemenangan pasukan catalan. Permainan efektif dari kaki ke kaki yang menjadi ciri khas (baca wajah)anak asuh pep guardiola menjadi sangat menakutkan bagi los galaticos ala jose mourinho yang permainannya belum memiliki karakter yang jelas, meski dengan wajah-wajah pemain termahal dunia. Lho….lho….lho kok jadi komentator bola? Aku harus kembali kepada bahasa sastra

Membaca wajah
Beberapa waktu lalu tema ayat pernah dipakai oleh dadang ari murtono dalam periode kreatif kepenulisannya dan kali ini teman saya yang lain fatoni menemakan wajah.(dalam menulis judul pada puisi-puisinya yang ditulis dalam waktu yang berdekatan dan ditemakan) Tentu saja ayat liris dadang berbeda dengan Wajah yang menggambarkan laki-laki toni dengan segala kelaki-lakiannya. Tidak hendak mengatakan ini bukan sesuatu yang baru tapi bukankan keterpengaruhan itu sah-sah saja dan hukumnya bukan dosa. Tujuh wajah tujuh puisi dalam tujuh hari. Seperti hendak mengajarkan pada kita bahwa puisi bisa hadir untuk wajah-wajah yang mengakrabi keseharian, waktu yang sayang terbuang hilang untuk tidak dituang.
Mengapa wajah? Karena toni punya wajah dan aku mewajahkan toni dengan wajah yang aku punya. Wajah yang lama-lama menjadi samar seperti semar. Tapi sayangnya toni bukan semar seperti dalam pewayangan itu. Ada wajah yang gagal menjadi gagah. Eh…..kenapa bahasanya jadi seperti ini? Langsung saja selek lupa wuahaa…haaaa………ada banyak kata yang percuma, bahasa lainnya percuma adalah sia-sia(2 puisi terakhir). Tidak efektif. Terkesan dipanjang-panjangkan. Dan toni gagal membahasakan puisi itu. Puisi yang gagal memprosa. Puisi bukan, prosa bukan. Kenapa tidak bernyawa prosa saja mungkin kelahirannya akan lebih sempurna. Yang aku itu bukan gaya nulis loe man. Wajahmu tak mampu kukenali, ada penyair lain yang gagal kau jelmakan dirimu. Tidak satu tapi tiga orang lebih. Tapi bukan sepuluh wajah karena itu dasamuka dalam pewayangan. Mungkin analogi tentang Barcelona vs Real Madrid tadi bisa sebagai acuan.
Mungkinkah kita tanpa wajah? Tanpa wajah berarti manusia berwajah tanpa wajah. Bagaimana wajah toni? Lihatlah pada tulisan dan bahasanya. “keberadaan manusia sejatinya adalah di dalam bahasa”(Heideger).
Apa pentingnya membaca wajah toni? Kita bisa melihat wajah kita. Seperti halnya saat ini wajah makna yang dilukis toni dalam puisi, berbeda dengan wajah makna yang aku gambar dari puisi-puisi ini. Aku melihat puisinya telah mengisyaratkan pemaknaan yang mampu dibaca orang lain sebagai sesuatu yang lain. Dan puisi itu mampu lahir sebagai puisi dan kehidupannya kini ditangan pembaca. Halahhhh…..opo iki? Aneh. Terasa lapar waktunya makan. Selamat makan!!!!!




*disampaikan pada acara diskusi sastra KAJ, Mojosari.


sajak-sajak yang dibahas


Wajah Calon Kekasih

Dengarlah hikayat tentang wajah ini.
Hikayatnya begini; ia datang dengan tiba-tiba,
menggugah gairah dan memacingnya untuk muntah.
Setelah itu ia mencipta getar yang teramat indah. Seindah senja
di ujung langit yang selalu tampak merah. Tapi ia
membuat sang empunya gairah teramat resah.
Sebab tanpa diduga tiba-tiba saja menjelma tawa,
lalu mendentumkan kisah yang amat mesrah. Dan membuat
getah bila tak hadir, walau hanya jarak waktu sedepa.
Tapi ia tetap dijuluki waktu yang sia-sia
karena hanya bisa menghasilkan bakal buah, yang tak mampu
menebar janji untuk panen dengan hasil yang merekah.
Itulah hikayat singkat tentang wajah yang hanya datang menawarkan
mimpi.Bukan hujan mantra yang melahirkan aji-aji.

Mojokerto, 25 Oktober 2010


Wajah Kekasih


Wajahnya tiba-tiba saja pecah, meluber
di seluruh jiwa. Wajah kekasih mungkin
tak pernah basi. Selalu mewangi, seperti
bunga melati saat mekar di malam hari yang sepi.
Selalu terbayang tiap pikir melayang. Bila menatapnya
membuat hati ini berdebar kencang. Sekencang topan,
meruntuhkan tatanan gedung-gedung megah. Tiada yang mampu menolak
cinta yang datang dengan tawa dan belai mesrah. Apalagi
cumbu yang membawa nafas dengan melodi mengebu-gebu.
Wajah kekasih seperti waktu yang menjulang
tinggi membuat pikir tak mampu mengerti
tingkah yang dijalani. Siapa pun itu, tak’ kan mampu melogikannya.
Sebab cinta, posisinya sedikit di bawah sang Pencipta. Sehingga
bila dipikir hanya membuat kita terjungkir dan terpelintir.


Mojokerto, 27 Oktober 2010

Wajah Mantan Kekasih

Sesudah ia mewujud kenangan, wajahnya merupa kuncup-kuncup
yang tak lagi menawan. Bagai cawan yang kesepian, menemani teguk
demi teguk rasa sakit yang bergentayangan. Entah sesuap kisah
atau sepiring asmara, sesekali tetap menyelinap untuk singgah.
Terkadang memang memar, masih menyimpan luka. Tapi darah
belum tentu tak berguna. Seperti ladang sempit di tangan
mereka yang tak lelah menebar bibit. Mengolah tanah, dan
mengharap semua tumbuh, seperti kun yang tiba-tiba saja pecah.
Juga para pengelana yang selalu terbangun menjelang subuh, memintal
doa dengan sesekali menumpahkan airmata.
Sungguh ia memang pandai mencari celah, ia lihai seperti pencuri
menelikung, meloncat, merapat lalu menjarah. Dan selanjutnya,
si empunya hati terpaksa sedih, lalu memintal angan dari beberapa
kisah yang silam.

Mojokerto, 27 Oktober 2010

Wajah Pengasih

Wajahnya teramat teduh, bahkan teramat sendu.
Bila wajahnya mampu didengar, maka akan
semerdu lagu. Bila diumpamakan kasihnya bisa
disamakan dengan jarum waktu yang terus membelah
dan tak kenal lelah. Dekapnya sangat hangat, sehangat
baju tebal yang selalu dipajang dengan harga mahal
di toko-toko bermutu. Ketika menangis, airmatanya
serupa linggis yang siap membongkar tanah
menampung benih untuk tumbuh. Bila tangannya
menjulur maka panjangnya lebih dari penggalah.
Sewaktu melangkah, kakinya menjelma bunga
yang siap merekah bila mentari tersenyum menyambut
pagi. Punggungnya teramat lapang, melebihi bandara
kapal terbang. Ketika berucap, kata-katanya mampu
meluap seperti sekawanan asap yang berkumpul
membentuk mendung, lalu melahirkan hujan.
Sehingga tak akan ada yang mampu untuk memberi analogi,
bagi si empunya wajah pengasih yang amat terpuji. Tapi bila
perlu disebut dan harus termaktub. Maka harus selalu ada kunci,
yang selalu siap menerimanya walau hanya sekadar mencicipi.
Tak perlu bingung dan bimbang, bila memang bisa melahirkan
perdebatan yang panjang. wajah itu sering disebut sebagai sosok
Ibu.


Mojokerto, 25 Oktober 2010


Wajah Sahabat Sejati

Raut-raut mukanya membentuk peta yang pandai menerjemahkan
luka, hadirnya seteduh rerimbun
dedaun yang melepas dahaga para pedagang kaki lima
setelah kehabisan tenaga menjajakan segala cipta dan rasa.
Hadirnya menumbuhkan jejak yang tak terelak, menemani
waktu yang masih kuncup hingga tumbuh menjadi pualam rindu.
Bila kesedihan melanda, ia datang menabur kumtum senyum
hingga membiarkan bermetamorfosa menjadi suka
yang amat merekah. Bila ia pergi, hati menjadi sepi.
Seperti obituari yang disuguhkan di meja tanpa kopi
di pagi hari. Tapi ia kerap disiksa, bila tubuh tak ingin disentuh.
Sungguh wajah ini tak cukup diucap, bila terpaksa
diucap maka kata-kata akan menjadi diri yang amat sepi.

Mojokerto, 31 Oktober 2010

Wajah Petinggi

Waktu telah menunjuk padanya, membujur di antara mata
dan hidung yang melapangkan kuasa dan
melahirkan tutur yang lantang dari mulutnya,
tanpa harus ada yang menentang. Walaupun ada, hanya mampu
mencipta bayang-bayang. Kemudian menyelimuti pagar
dan ia dengan mudah memaprasnya tanpa merasa berdosa.
Jalan pintas dianggap pantas, asalkan kantong pribadi
gemuk seperti gumuk yang masih basah.
Ada juga, yang amat ayup, mampu menutup kekurangan
dengan mengeluarkan mazhab kutup. Sehingga tak perlu
ada yang harus tersikut, apalagi saling menuntut. Ia mampu
mencipta suasana yang amat takluk. Tak ada lagi kutuk, dan juga
kata di belakang yang harus ikut termaktub, mirip ingus yang
untup-untup. Sehingga bermuara menjadi tenang dan sangat lega.
Hal itu mirip seperti pepatah, lain kepala lain pula isinya. Sehingga
tak perlu lagi saling tuding mencari siapa yang salah, yang dibutuhkan
hanya berbesar hati dan lapang dada.


Mojokerto, 27-28 Oktober 2010


Wajah Pemimpi

ia terlahir dari angan, lalu tumbuh dengan bayang-bayang.
Matanya seperti hantu yang selalu memburu, bibirnya seperti
mesin jahit yang selalu dipakai ibu. Aku jadi terheran menatap
tampang dan kegiatannya yang selalu menyimpang. Di tiap petang
selalu saja nembang, seperti para peramu yang sibuk dengan segala
jenis jamu yang telah dipesan para tamu. Andai kau ingin tahu,
silahkan saja datang ke rumahku, pasti kuantarkan ke rumah orang itu.
Bila pagi menjelang, ia duduk di ruang tamu sambil menatap genting
yang baginya begitu penting. Sebab dianggapnya ranting-ranting
yang tumbuh menjadi puing yang mampu mewujudkan ingin. Saat
siang mulai menjamah, ia melarung ke emperan rumah. Mengamati
daun-daun yang tumbang satu demi satu di halaman rumahnya. Beranjak
sore ia juga memunyai tempat untuk menuntaskan harap dengan duduk
di atap, dengan kepala menengadah ia bermujahadah mengharap doa
menjadi berkah. Begitu seterusnya, setiap hari rutinitasnya tak berganti.
Hanya itu-itu saja, bagiku ritual itu hanya mimpi tanpa usaha
Tetap akan menjadi sia-sia dan menghabiskan waktu saja.


Mojokerto, 28 Oktober 2010


Biodata:

Akhmad Fatoni, lahir dan tinggal di Mojokerto. Kini ia mengampu pelajaran bahasa Indonesia di MA Akselerasi Amanatul Ummah berstandar internasional, Pacet-Surabaya. Selain itu ia juga pengerajin dan suplier stick drum. Mengelolah Komunitas Arek Japan (KAJ) serta menggawangi Jurnal Lembah Biru. Sebagian cerpen dan puisinya telah termuat di koran Minggu, majalah dan jurnal. Sebagian puisinya juga terkumpul dalam antologi bersama di antaranya “Duka Muara” (KRS, 2008), “Kapas Nelayan dan Nabi yang Kesepian” (KKL_Publishing, 2009), Pesta Penyair Jawa Timur (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2009), Si Pencari Dongeng (Dewan Kesenian Surabaya, 2010), Tabir Hujan (Pustaka Ilalang, 2010). Antologi puisi festival bulan purnama majapahit (Dewan kesenian Kabupaten Mojokerto, 2010). Pintunya bisa diketuk di 085733277541.

Antologi Cerpen 2011

Komunitas Arek Japan(KAJ) akan membuat antologi cerpen se-Mojokerto

Adapun ketentuan/kriteria dalam pembentukan antologi ini ialah sebagai berikut :

1. Peserta laki-laki dan perempuan

2. Karya yang dikirimkan harus karya sendiri atau original

3. Tema bebas

4. Karya yang dikirim boleh yang sudah dimuat media ataupun belum.

5. Tulisan dikirim ke email: komunitasarekjapan@ymail.com

6. Ditulis dalam bahasa Indonesia

7. Paling lambat tanggal 31 Januari 2011

8. Cerpen yang dikirim berjumlah 3 cerpen.

cerpen yang masuk akan diseleksi dan untuk informasi karya yang akan dimasukkan dalam antologi bisa dilihat
di blog http://arekjapan.blogspot.com/ sebulan setelah batas tanggal pengiriman naskah.


Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, semoga terjalin kerjasama yang baik di antara penyelenggara dan para cerpenis, serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam pembuatan antologi ini. Dan semoga semangat dari teman-teman untuk Mojokerto dapat menjadi amal yang mendapatkan ganjaran setimpal.




Penyelenggara~Komunitas Arek Japan (KAJ)~
(Harap disebarkan kepada kawan-kawan yang lain)
* bagi karyanya yang dimuat akan mendapatkan 5 buku antologi cerpen bila hadir dalam acara lauching. Tapi maaf kami tidak bisa memberi honor.

Saturday 4 December 2010

Lomba Cipta Puisi "Give Spirit for Indonesia 2011"

Lomba Cipta Puisi "Give Spirit for Indonesia 2011"
oleh Info Lomba dan Peluang Menulis pada 30 November 2010 jam


***

Bismillahirrahmanirrahiim....

Assalamu'alaikum warrahmatullah wabarakatuh

Teriring salam sejahtera dan terangkai bait-bait terindah di ruang maya.

Kaifa halukum ya akhy wa ukhty...? Semoga senantiasa dalam lindungan dan rahmat Allah SWT

Tetap melangkah meski lelah. Tetap tersenyum meski sulit menjelma sakit. Tetap bersabar di tengah ujian.

Mengawali akhir tahun, biarlah masa lalu jadi sebuah cermin untuk kita kenang. Sebagai pelajaran. Dalam hidup yang tak selamanya kita pandang.

Pasti semua merasakan tahun 2010 bagi bangsa Indonesia adalah tahun yang menarik ribuan airmata. Menjadi genangan yang selanjutnya membanjiri sekitar kota.

Karena itu, lomba ini saya adakan untuk menjaring semangat dari teman-teman. Dengan tema lomba cipta puisi "Give Spirit for Indonesia 2011". Adapun ketentuan/kriteria perlombaan puisi adalah sebagai berikut :

1. Peserta laki-laki dan perempuan

2. Karya yang dikirimkan harus karya sendiri atau original

3. Bertemakan kehidupan dan bencana (menekankan pada semangat untuk Indonesia)

4. Karya yang dikirimkan belum pernah di publikasikan.

5. Tulisan di buat dan di kirim ke email: efirdausza@yahoo.com

6. Bentuk puisi bebas, ditulis dalam Bahasa Indonesia

7. Paling lambat tanggal 24 Desember 2010

8. Puisi akan dinilai oleh dewan juri:

1. Kakak Izel Muhammad. Mahasiswa Dar El Oloem Assyar'iah. Yemen. Jurusan Adab arabic. Silahkan lihat sebagian karyanya disini,(http://izelmuhammad.multiply.com/)

2. Kakak Raja Syahir. Dari Pondok Modern Gontor V “Darul Muttaqin” Banyuwangi.Beliau dulu adalah anak teather dan pembimbing ARMADA (Association teather muslim Darul Muttaqien) jadi sangat mahir bikin puisi. silahkan lihat sebagian karyanya disini (http://neoraja.multiply.com/)

3. Kakak Daffodil. Dari Solo, Jawa Tengah. Sedang studi di magister manajemen UNS. Sangat menyukai dalam dunia tulis menulis terutama puisi. Silahkan lihat sebagaian karyanya disini. (http://daffodilslife.multiply.com/)

9. Keputusan dewan juri mutlak tidak dapat diganggu gugat.

10. Peserta hanya diperbolehkan maksimal mengirim 2 karya dengan tema yang berbeda.


Hal-hal yang menjadi penilaian oleh dewan juri, di antaranya :

1. kesesuaian tema2. kekuatan metaphor dan diksi,3. keindahan puisi,4. kekuatan pesan\makna5. subjektivitas juri.6. pemilihan judul

Hadiah Pemenang Lomba :

1. Uang tunai Rp. 300.000 + buku Muhammad: Lelaki Sang Penggenggam Hujan. Tasaro GK (untuk pemenang pertama)

2. Uang tunai Rp. 200.000 + buku KEMI: Cinta Kebebasan Yang Tersesat. Dr. Adian Husaini (untuk pemenang kedua)

3. Uang tunai Rp. 100.000 + buku Bumi Cinta. Habiburrahman El SHirazy (untuk pemenang ketiga)

4. Selain itu juga ada 7 peserta terbaik yang akan mendapat buku, CFI; Hapuslah Air Matamu.

Penggumuman pemenangnya seminggu setelah penutupan lomba diMP (http://firdausza.multiply.com/)

Insya Allah kumpulan lomba dari seluruh peserta akan dibuat ebook Puisi "Give Spirit for Indonesia 2011"

Demikian pemberitahuan lomba puisi ini saya sampaikan, semoga terjalin kerjasama yang baik di antara penyelenggara dan peserta, serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam lomba puisi ini. Dan semoga semangat dari teman-teman untuk Indonesia 2011 dapat menjadi amal yang mendapatkan ganjaran setimpal.


Meski hanya lewat aksara
Berkaryalah
Biarlah semua mendengar
Apa yang terpendam dalam setiap matamu terpancar


Jazakumullah khairan katsiran

Penyelenggara~Elaine Firdausza~

Selamat Berkarya saudara dan saudariku.[]


(diambil dari fb komunitas pena santri)

Workshop Teater untuk Pemberdayaan Lampung

Workshop Teater untuk Pemberdayaan Lampung,
12 – 15 Januari 2011


Workshop ini merupakan kerjasama antara program TDE dengan Taman Budaya Lampung dan Teater Satu

Kelola dan Theatre Embassy di Belanda menyelenggarakan program Theatre for Development and Education (TDE).

Program TDE merupakan bentuk kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kemasyarakatan melalui teater dengan mengangkat tema – tema sosial di masyarakat setempat. Hal ini bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang kreatif dan peduli atas kondisi sosial di lingkungannya. Kegiatan yang dilakukan adalah menyelenggarakan workshop, magang untuk pekerja seni dan memproduksi pertunjukan berdasarkan tema sosial.

Workshop kali ini akan mengangkat tema mengenai Posisi Sosial dan Ekonomis Perempuan di Lampung

Peserta akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang TDE yang akan diberikan oleh fasilitator secara interaktif.

Syarat untuk melamar:
• Aktivis, Pekerja LSM, Guru dan Pekerja Seni
• Minimal berusia minimal 23 tahun
• Mempunyai motivasi untuk mengembangkan pengetahuan di bidang teater
• Bersedia mengikuti keseluruhan workshop selama 4 hari.

Lamaran ditunggu paling lambat tanggal 20 Desember 2010. Hasil seleksi akan diumumkan melalui website Kelola tanggal 23 Desember 2010.

Jika Anda berminat, silakan kirimkan email ke tde@kelola.or.id dan formulirnya akan kami kirimkan via email.

Bagi semua peserta sebanyak 20 orang yang lolos seleksi, Kelola akan memberikan bantuan biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi (selama workshop). Selamat berkompetisi dan kami tunggu lamaran Anda.

Teriring salam,
KELOLA
untuk seni dan budaya
Jl. Cikatomas II no. 33, Kebayoran Baru.
Jakarta 12180 – INDONESIA
e-mail: info@kelola.or.id
Web : www.kelola.or.id
(diambil dari pesan fb TEATER BELLGOMBEST)

Buku Dewan Kesenian Jatim: Dewa Mabuk

Abdul Malik 02 Desember jam 21:55 Balas • Laporkan
Inilah buku pertama dari 7 judul yang akan dietrbitkan Dewan Kesenian Jawa Timur tahun 2010.

Judul : Dewa Mabuk

Seri Naskah Teater I

Cetakan Pertama: November 2010

Pengulas: W Haryanto

Editor: R Giryadi

Pracetak: Abdul Malik

Desain Cover: Zahiria

Layout: Prot-able

ISBN:978-602-96092-3-3
Ukuran buku: 15 X 21 cm
Tebal: x + 360 halaman

Penerbit:
Dewan Kesenian Jawa Timur

Jl Wisata Menanggal Surabaya, 60234

Telp/Fax:031-8554304

Email:dk_jatim@yahoo.com


Untuk mendapatkan buku ini, silakan kontak:
Bapak R Giryadi, Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jatim
HP 081 330 65 78 45
e-mail: zahiria@yahoo.com




DAFTAR ISI

Sambutan Ketua Umum DK-Jatim iii

Pengantar Ketua Komite Teater DK-Jatim iv


Daftar Isi viii

AKHUDIAT

Dewa mabuk 1


MASNOEN

KGRAA 17

Ehm 37


MS.NUGROHO

Malin 63

Wewe Gombel 83


R GIRYADI

Sebelum Dewa-Dewi Tidur 102

Teriakan-Teriakan Sunyi 153


RODLI TL

Adalah Ibu Bumi 169

Kaum Klepto 185


S JAI

Sepotong Cinta dan Senyum Rupiah 210

Monolog Alibi 223


S YOGA

Rumah Ditubir Jurang 277


SYAH A LATHIEF

Norma Amuk 313


ULASAN

W Haryanto 341


BIODATA 349


(pesan FB Abdul Malik)

Magang Nusantara 2011

Magang Nusantara 2011 telah dibuka!


Kembali kami mengundang seniman dan pekerja seni untuk mengikuti seleksi program Magang Nusantara 2011. Program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang seni ini telah memasuki tahun kesebelas pelaksanaannya.

Pengalaman bekerja di bidang seni minimal 2 tahun dan berusia 23 hingga 40 tahun adalah syarat umum bagi peminat program. Tim seleksi independen yang terdiri 3-5 orang di luar Kelola akan memilih dan menominasikan nama-nama calon peraih kepada organisasi tuan rumah Magang Nusantara.

Praktek kerja di organisasi seni budaya terkemuka merupakan ruang belajar bagi peraih untuk mengetahui bagaimana mengelola organisasi atau sanggar, penyusunan program, manajemen panggung hingga manajemen festival. Dalam 3 bulan masa magang, peraih akan mendapatkan dukungan untuk transportasi p.p. dari daerah asal, akomodasi, konsumsi, transportasi lokal dan asuransi kesehatan.

Tahun 2011, organisasi tuan rumah magang adalah Centre Culturel Français (CCF), Goethe Institut, Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara, Teater Koma, The Japan Foundation, Selasar Sunaryo Art Space Bandung, Lembaga Indonesia Prancis (LIP) Yogyakarta dan Teater Satu Lampung.

Formulir dapat diperoleh dengan mengirimkan email ke magang@kelola.or.id atau diunduh di www.kelola.or.id. Melalui telepon, kami dapat dihubungi di (021) 739 9311.

Batas waktu pengiriman lamaran: tanggal 15 Januari 2011, sedangkan pengumuman peraih akan publikasikan selambat-lambatnya tanggal 5 April 2011.

Teriring salam,
KELOLA
untuk seni dan budaya
Jl. Cikatomas II no. 33, Kebayoran Baru.
Jakarta 12180 – INDONESIA
e-mail: info@kelola.or.id
Web : www.kelola.or.id

(diambil dari pesan fb Abdul Malik)

FESTIVAL SENI BUDAYA SE-KOTA MOJOKERTO 2010

UNDANGAN TERBUKA

FESTIVAL SENI BUDAYA
SE - KOTA MOJOKERTO 2010

MENAMPILKAN
Traditional dan Modern Dance Competition
Band Performance
Festival Kuliner

Hari : Senin - Rabu

Tanggal : 6 – 8 Desember 2010
Pukul :15.00 – 22.00 WIB
Tempat : GOR Seni Majapahit
Jl. Gajah Mada No. 149 Kota Mojokerto

AGENDA / JADWAL

Senin, 6 Desember 2010

Kelurahan Sentanan Menampilkan Musik, Fashion, Tari
Kelurahan Balongsari Menampilkan Reog Mini
Kelurahan Sentanan Menampilkan Musik, Fashion, Tari
Kelurahan Pulorejo Menampilkan Terbang Jidor
Kelurahan Kranggan Menampilkan Pencak Dor
Kelurahan Magersari Menampilkan Tari
Kelurahan Gedongan Menampilkan Qosidah Modern
Kelurahan Surodinawan Menampilkan Terbang Jidor

Selasa, 7 Desember 2010

Kelurahan Miji Menampilkan Terbang Jidor Modern
Kelurahan Jagalan Menampilkan Musik Country
Kelurahan Wates Menampilkan Musik Patrol
Kelurahan Blooto Menampilkan Qosidah Modern
Kelurahan Prajurit Kulon Menampilkan Qosidah Modern

Rabu, 8 Desember 2010

Kelurahan Kedundung Menampilkan Jaran Kepang
Kelurahan Meri Menampilkan Terbang Jidor
Kelurahan Gunung Gedangan Menampilkan Orkes Melayu
Kelurahan Kauman Menampilkan Hadrah Anak
Kelurahan Mentikan Menampilkan Terbang Jidor



BAND PERFORMANCE

1.SANGRA YUNIOR BAND
2.OKTAV MALANG
3.PROGRESSIVE JOMBANG

PENYELENGGARA

- Pemerintah Kota Mojokerto
- Forum Kelompok Sadar Wisata Kota Mojokerto
- 9 Sembilan Management

CONTACT PERSON:

1.Bapak Gaguk Kris, Forum Kelompok Sadar Wisata Kota Mojokerto (0321) 7152142
2.Mbak Yonta, 9 Management (0321) 7418008
3.Mas Elyta Dimawan, seksi lomba 085733133197

GRATIS UNTUK UMUM

diambil dari fb teater BELLGOMBEST