Thursday 30 December 2010
diskusi rutin
Hadirlah Ibu
Sederas hujan airmata yang kau cucurkan
di saat tak mampu menghapus kerinduan,
seperti getah kamboja kau rasakan di saat
ia tak kunjung datang
Kau yakin bulan tak datang setiap
malam tapi kau ingin ia datang
di saat malam dihantui suara petir
bersama hujan angin yang akhirnya banjir
Aku iri Tuhan…
Aku iri dengan siang yang selalu disinari
oleh matahari walaupun mendung kadang datang
menutupi. “Itu katamu” itu katamu di dalam
kamar yang tampak redup dengan jendela
yang sudah tertutup.
Kau selalu berangan, bisa memberikan
Pengabdian padanya, memeluknya
Seperti pelukan embun kepada daun
Yang selalu datang di pagi hari, atau
Pelukan awan kepada gunung di
Saat mendung
Harapanmu…Tuhan akan menyampaikan
Rintihan hati dan hadirkan dia untuk
mengisi sunyi yang kian mendalam setiap hari
Anjing dan seorang putri
Kulihat bulan yang bersinar darimu
Kuharap mampu menyinari gelapnya hatiku,
dan membangkitkan semangat yang membangkitkan
hidup di saat cahayaku sedang redup
Canda, tawa dan senyummu
Membawaku terbang ke dalam angan
yang mengisahkan tentang keindahan
cinta antara putri dan pangeran
yang hidup di sebuah kerajaan.
Sikapmu yang lembut dan suaramu
yang manja telah menghapuskan
luka lama yang mengenalkanku
pada resah dan kecewa
Aku berharap suatu saat dapat menggenggam
cintamu dan
membawa terbang ke atas
langit, aku biarkan di sana agar semua
tahu betapa pentingnya kamu di hatiku
Namun itu tidaklah mungkin
Karena seekor anjing tidak akan
Bisa bersanding dengan putri yang
tinggal di istana. Di mana dinding
terbuat dari doa, beratap dzikir
dan selalu di jaga malaikat-malaikat
Impian itu telah sirna di saat
sadar siapa aku dan siapa engkau
langit dan bumi akan bersatu
namun dunia akan hancur
Menulis: Sebuah kehidupan
Menyoal tentang kehidupan, sungguh tak cukup waktu satu jam, dua jam. Bila ingin mengupas kehidupan, sampai akhir hayat kita pasti tiada akan selesai. Sedangkan menulis sendiri menurut Henry Muller merupakan "jalan untuk mendekati hidup secara tidak langsung, untuk memperoleh gambaran yang lebih banyak bersifat menyeluruh dari pada hanya sebagian saja dari pada alam semesta."
seperti yang telah diungkapkan oleh Miller, menulis merupakan salah satu cara atau jalan untuk memahami kehidupan. Dan menurut Pramoedya Ananta Toer untuk memahami kehidupan, kita harus mempelajari manusia. dan dalam sastra kita bisa mendapatkan pengetahuan mengenai manusia dengan segala kebutuhannya. jadi secara tidak langsung, mempelajari sastra sama halnya dengan mempelajari dan memahami seluk-beluk kehidupan.
kehidupan dalam sebuah sajak
Seperti yang telah saya kemukakan pada awal tulisan ini. Sekarang saya akan menyelami sebuah kehidupan dalam karya sastra (baca: puisi).
Dua sajak Indra Cahya L. (selanjutnya disebut Indra) terdapat kisah dua sosok manusia. Manusia pertama dalam sajak Anjing dan Seorang Putri di mana dalam sajak itu mengisahkan manusia yang dirundung bimbang karena perbedaan yang mendekam antara dirinya dengan sosok manusia yang dicintainya. Manusia kedua, dalam sajak Hadirlah Ibu. dalam sajak itu mengisahkan sosok seorang ibu yang kasihnya tak berpenghujung.
Indra dalam sajak Anjing dan Seorang Putri memetaforkan perbedaan itu dengan dua hal yang sangat kontras yakni anjing dan seorang putri. meski Indra juga menyebutkan hubungan kisah cinta yang indah itu layaknya seperti pangeran dan putri. Itulah ajaran mengenai cinta, bahwa sulit mengubah persepsi mengenai perbedaan dan lebih pantas diakhiri. Indra dalam penggarapan sajak ini pasti memiliki konsentrasi tersendiri, sehingga kisah cinta itu akhirnya dilahirkan dalam puisi. tapi sajak indra ini masih kurang lancang.
Setiap penulis (baca: penyair) pasti memiliki konsentrasi-konsentrasi tersendiri. Indra mungkin masih mencari jalan untuk menempati konsentrasi tertinggi, sehingga sajaknya masih terkesan cengeng. Berbeda dengan Deny Tri Ariyanti, yang juga mengusung perbedaan dalam sebuah cinta. Perhatikan kutipan berikut:
Masihkah rasa ini kau sebut kerinduan
setelah kau lihat ulat melata sepanjang jalan
menggerogoti kesunyian yang mampir di sela pori jantungku
Meski cinta kita tak diilhami matahari
tapi isak purnama masih terasa berdentum di ujung kamarku
mengapa tak kau gapai kemuskilan ini
dengan mimpi-mimpi pidadari
(Deny Tri Aryanti, Masihkah Kau Sebut Kerinduan)
Meski Deny juga menyoal tentang cinta dalam sajaknya itu, tapi ia sangat lantang. Deny menyatakan perbedaan dengan kekasihnya, tetapi sama halnya dengan Indra. posisi keduanya sama-sama dalam kondisi terhimpit. namun Deny mampu menyuarakan keterhimpitan itu dengan lantang.
sedangkan dalam sajak keduanya, Indra kini beralih ke sosok seorang ibu, kini kekalemannya Indra tertutupi dengan sosok seorang ibu, sosok manusia serupa malaikat. sehingga kelemahannya tidak berkesan cenggeng.
Sederas hujan airmata yang kau curahkan
di saat tak mampu menghapus kerinduan,
sepahit getah Kamboja kau rasakan di saat
ia tak kunjung datang
kata-kata dalam tiap baris begitu menyiratkan sosok seorang ibu. sehingga dalam Indra tertolong dalam sajak ini. Suatu hal yang perlu diperhatikan juga harus mampu mengolah insting sehingga kosentrasi semakin memuncak dan mencapai puncak sajak.***
Biodata :
Akhmad Fatoni, lahir dan tinggal di Mojokerto. Bergiat di Komunitas Arek Japan (KAJ)
diskusi dilaksanakan di warkop depan koramil Mojosari, pukul 19.30-21.00 WIB
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment