Tuesday 26 January 2010

Alamat email koran-koran

Jurnal Nasional:
Redaktur: tamba_ari@yahoo.com

Sinar Harapan: info@sinarharapan.co.id, redaksi@sinarharapan.co.id, Redaktur: sihar_ramze@yahoo.com

Suara Merdeka: rep@suaramerdeka.com, swarasastra@yahoo.com
Redaktur: triwikromo@yahoo.com/triwikromo@mail.com

Borneo News: redaksiborneo@yahoo.com

Lampost: lampostminggu@yahoo.com

Kompas: hasif@gmx.net

SINDO: redaksi@seputar-indonesia.com, donatus@seputar-indonesia.com

Batam Post: redaksi@harianbatampos.com

Suara Pembaruan: budaya@suarapembaruan.com
Redaktur: willy@suarapembaruan.com

Surya: pad1@net.id, surya1@padinet.com, surya1@rad.net.id

Pikiran Rakyat: khazanah@pikiran-rakyat.co.id, khazanah@pikiran-rakyat.com, redaksi@pikiran-rakyat.co.id,
Redaktur: ahdaimran@yahoo.com, ahda05@yahoo.com

Riau Pos: budaya_ripos@yahoo.com, redaksi@riaupos.co.id
Redaktur: habeka@yahoo.com,

Bangka Pos: redaksi@bangkapos.com

Republika: sekretariat@republika.co.id, redaksionline@republika.co.id, redaksirepublika@yahoo.com
Redaktur: ahmadun21@yahoo.com

Jawa Pos: ariemetro@yahoo.com

Radar Banjarmasin: sfirly@yahoo.com

Banjarmasin Post/Serambi Ummah/Metro Banjar: aliansyah_ali@yahoo.com

Minggu Pagi: we_rock_we_rock@yahoo.com/yahoo.co.id

Kedaulatan Rakyat: redaksi@kr.co.id
Redaktur: jayadikastari@yahoo.com

Koran Merapi: ww_merapi@yahoo.com

Tribun Jabar: cerpen@tribunjabar.co.id (hanya cerpen

Surabaya Post: surabaya_news@yahoo.com
Redaktur: zahiria@yahoo.com

Radar Madura: radar_madura@yahoo.com
Redaktur; abe_sint@yahoo.com

Tabloid/majalha Anggun: majalahanggun@yahoo.com (hanya cerpen tema pernikahan atau keluarga)

Nirmala Post: presidentegal@yahoo.com, subjek: Cagar Budaya

Majalah Paras: majalahparas@yahoo.com (hanya cerpen)

Radar Tegal: rateg2000@yahoo.com

Majalahnoor@yahoo.co.id (hanya cerpen)

Tabloid Nova: Nova@gramedia-majalah.com (hanya cerpen)

LOMBA CIPTA PUISI INDOSAT

Sebagai suatu upaya ikut membentuk karakteristik bangsa supaya menjadi bangsa yang kreatif, mencintai keindahan dan kesenian, juga untuk melahirkan talenta baru sebagai seniman yang akan menjadi agent of change, portal kesenian www.situseni.com bekerjasama dengan PT Indosat, Tbk menggelar LOMBA CIPTA PUISI INDOSAT dengan total hadiah Rp50 Juta. Lomba ini terbuka untuk umum. Tema puisi bebas. Lomba diselenggarakan dalam dua tahapan: LOMBA BULANAN (Januari, Februari, Maret) 2010, dan LOMBA TRIWULAN (Grandfinal untuk Para pemenang LOMBA BULANAN).

LOMBA BULANAN
1. Periode JANUARI 2010, masa kirim puisi mulai 2 hingga 31 Januari 2010.
2. Periode FEBRUARI 2010, masa kirim puisi mulai 1 hingga 31 Februari 2010.
3. Periode MARET 2010, masa kirim puisi mulai 1 – 31 Maret 2010.

LOMBA TRIWULAN
Diselenggarakan setelah lomba Bulanan selesai digelar. Merupakan lomba antar-PEMENANG Lomba BULANAN. Keterangan lebih Rinci mengenai loma, akan diumumkan mulai tanggal 21 Desember 2009 di www.situseni.com.

FWD ::: 2010 - 2010 : OLIMPIADE PUISI

Rennaisance La Culturel!

Detik berlalu. Juga menit, jam, hari, minggu, tahun, abad, milennium, sanak famili, saudara dekat saudara jauh, teman, sahabat karib, tetangga, kakek-nenek, idola, bahkan orang yang kurang kita sukai, telah berlalu atau akan berlalu. Pun kita, menuju pada waktu yang kelak surut. Tulisan ini direnungkan pada akhir tahun untuk menandai sesuatu yang pasti tiba dan bakal berlalu.

Sesungguhnya tapal batas tahun Masehi tidak lebih syahdu dari kedatangan hari raya agama-agama yang mengandung nuansa relijius, walau di beberapa jalanan atau pelosok, seringlah hari raya agama disongsong dengan contradictio interminis: mabuk-mabukan di malam lebaran misanya. Kedatangan tahun baru masehi lebih dekat ke fiesta zonder makna. Ada memang yang berjuang menarik garis refleksi di malam persalinan tahun untuk mencari-cari harapan yang bisa dijemput di masa hadapan. Tapi seperti apakah?

Pertanyaan seperti itu pula yang menghantui kami. Dan pertanyaan itu, selalu mengingatkan pada kata mutiara yang dicetuskan Ali bin Abi Thalib, yakni bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini. Tetapi bagaimana mengejawantahkannya dalam realisasi aplikatif?

Beberapa tradisi kuno dari pelbagai bangsa, seringkali menandai perubahan atau pergeseran, pergantian atau persalinan, dengan festival. Ada dua makna dalam festival, yakni: Pertama, ialah ruang ibadat untuk mengangungkan Sang Hyang Widi Wasa (Yang Maha Berkuasa), tetapi khusus bagi kaum pagan seperti bangsa Greek, persembahan pada festival ditujukan kepada para Panteon (dewa).

Kedua, makana festival ialah untuk menakar pencapain yang sudah dilakukan. Untuk meningkatkan hasil yang dicapai, dalam festival itu dilakukanlah kompetisi sebagai tolok-ukur keberhasilan. Kompetisi pada festival, bukan semata untuk bertanding, tapi untuk mencari standar atau parameter, dan di mana setiap individu akan berujuang mencapai atau memecahkan rekor.

Oliampiade pada mula digagas bangsa Greek sekria 8 abad sebelum Yesus lahir, adalah sebentuk festival yang diselenggarakan di bukit Olympus: karena itu festival ini diberinama Olympiad, dan distrik tempat festival digelar, bernama Olympia. Kala itu, seorang budayawan biasanya sekaligus menjadi politikus, agamawan, filsuf, seniman, atlit, dan tentara. Kala itu, seseorang bisanya memiliki multi-talenta. Kala itu pula, Olympiad diikuti para budayawan yang memiliki multi talent.

Para pemilik multi-talenta itu, berkumpul di bukit Olympus untuk menyembah dewa Zeus dengan cara seminar peradaban, lalu menggelar kompetisi atletik sebagai hiburan. Para atlit yang berlaga, tidak mengenakan pakaian, alias telanjang bulat, supaya mereka bersih dan suci, ibarat orang sedang ihram, harus bersih dan suci. Tentu tidak ada perempuan yang menonton apalagi jadi peserta. Kalau Susan Sontag --feminist Amerika, sudah ada kala itu, mungkin ia akan berang: diskriminasi jender nih. Tapi kalau Anabel Chong atau Maria Ozawa ikut serta, mungkin lain pula ceritanya.

Hatta, pada mula Olimpiade digagas bukanlah untuk kompetisi, melainkan untuk ibadat dan seminar peradaban. Di sela penatnya seminar, para multi-talenta menyaksikan laga atletik. Sekarang kebalik, Olimpiade seakan untuk festival atletik, lalu menyusul festival sains, dan di mana letak ibadat dan seminar peradaban?

Beranjak dari kongkulsi di atas, DPP PPP yang sudah mewacanakan penyelenggaraan Olimpiade Puisi, makin memiliki keyakinan kuat untuk mewujudkannya. Makna Olimpiade untuk Puisi ini, adalah dikembalikan pada kaidah Olimpiade klasik yang digagas bangsa Greek.

Ketika gagasan Olimpiade Puisi diluncurkan melalui facebook, ternyata respons konstituen dan kader PPP cukup seru. Dukungan dan usulan ide begitu meruyak dan meriah. Ini menjadi sinyalemen tegas, bahwa halayak ramai benar-benar muak menyaksikan tabiat pejabat yang bejat, dan gelagat “politikus resmi yang kacrut” di Tanah Air. Usulan-usulan itu telah kami tampung, dan kami akan membahasnya dalam “rakernas”.

Inti dari usulan itu adalah mata acara berupa: 1) Seminar; 2) Pertunjukan; 3) Lomba; dan 4) Launching.
1. Seminar membahas seluk-beluk perpuisian dan yang berkiat dengannya.
2. Pertunjukan dari mulai baca, deklamasi, dramatisasi, musikalisasi, dll.
3. Lomba terdiri dari 3 kategori: a) lomba baca, b) lomba cipta, c) lomba cipta sekaligus membacakannya.
4. Launching buku atau antologi puisi atau yang berkait dengannya.

Adapun usulan tema dari konstituen, ada yang menyodorokan pertanyaan bagaimana kalau tema Olimpiade Puisi yang pertama ini adalah MENGGUGAT PEJABAT YANG BEJAT?

Ada juga usulan supaya bekerjasama dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam pelaksanannya, agar murid dan guru benar-benar terlibat. Ada pula usulan lomba cipta sekaligus membacakan puisi dengan tema mengeritik kinerja anggota DPR/DPD, dengan diberi hadiah DPR/DPD Award. Barangkai akan menarik kalau DPP PPP mengusulkan proposal ke Senayan: Kami mau minat duit rakyat untuk mengeritik kalian!

Mengenai waktunya, ada usulan mulai dilaksanakan pada tanggal 20 bulan 10, sehingga terbentuk kombinasi angka 20-10-2010. Dan, acara puncaknya digelar pada 28 Oktober untuk menggali elan vital Sumpah pemuda, sebagai percik revolusi kebudayaan.

Demikian. Mohon bantuan untuk menyebarluaskan warta ini.

Selamat Tahun Baru 2010. Moga di tahun ini, puisi benar-benar bergeliat, dan tidak haram bila mencapai booming seperti halnya karya lukisan.



Tabik.
DPP - PPP



Doddi Ahmd Fauji
Wartawan Senior ARTI majalah

Lembar Budaya G. Spot

"G.Spot", sejenis lembar budaya, siap beredar di masyarakat...
mengusung pemikiran filsafat, kritik, budaya, sastra, bahasa, dan wacana
seni... "G.Spot" memang bukan kitab suci... tapi "G.Spot"
direkomendasikan untuk memuat tulisan-tulisan yang berangkat dari
pemikiran suci... untuk yang tidak suci? jangan khawatir! yang pasti
gairah Anda di titik itu...

Jika ingin kirim naskah ke sarbikita@hotmail.com

SUSUNAN PENGURUS DEWAN KESENIAN MALANG PERIODE 2009-2013

I.PELINDUNG/PENANGGUNG JAWAB : Walikota Malang
PENASEHAT :
-Ketua DPRD Kota Malang
-Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang
-Drs Muhadjir Effendi
-Drs KH Kamilun Muhtadin

II.KETUA : Dwi Cahyono
SEKJEN: FX Anthony Wibowo
BENDAHARA:
1.Diah Mayangsari
2.Fanny

BADAN PENGURUS HARIAN

1.BPH SENI RUPA: Drs Yon Wahyuono, Karyono
2.BPH SASTRA: Nanang Suryadi, Soesilo
3.BPH MUSIK: Drs Sunari, Didik KSG
4.BPH TARI: Rachmad Budiri, Arif Sudarmanto
5.BPH TEATER:Drs Darmanto, Totok Suprapto
6.BPH FILM: Dimyati, Hermin
7.BPH FOTOGRAFI: Hariyanto, Spd, Nedi Putra AW

III. ANGGOTA PLENO
1.Ratna Indraswari Ibrahim
2.Dra Sri Untari
3.DR Djoko Saryono
4.Prof DR Handoko Kalim
5.Djati Kusumo
6.Johan Budhi Sava
7.Ya’qud Ananda Qudban, MM
8.Herman Maryono
9.Drs Jemianto
10.Agus Basuki
11.Soetikno
12.Chattam AR
13.Farid
14.Imam Muhajir
15.Tengsoe Tjahyono

Sekretariat:
DEWAN KESENIAN MALANG
Jl. Mojopahit 3 Malang
Telp 0341- 7706 512
Fax 0341- 3239 66
e-mail: dkm_malang@yahoo.com

Kontak person:
1.Dwi Cahyono, Ketua: 081 232 10 426, 0341-7061820
2.FX Anthony Wibowo, Sekjen:081 7388709

Pameran "Retrospeksi" Kenangan di Pancoran

Oleh: Putu Fajar Arcana

Sebutan Monumen Dirgantara mungkin kalah populer dibanding Patung Pancoran. Bahkan sangat mungkin tak banyak pula yang tahu bahwa monumen yang digagas Bung Karno dan dikerjakan oleh perupa Edhi Sunarso (78) itu belum pernah diresmikan.

Bagi Edhi, Monumen Dirgantara memendam pahit getir, kejayaan dan kesedihan yang mendalam dalam perjalanan bangsa ini. Replika Monumen Dirgantara menjadi salah satu karya Edhi Sunarso yang digelar dalam pameran bertajuk ”Retrospeksi” 14-24 Januari 2010 di Jogja Gallery, Yogyakarta.

Di tempat itu juga dipamerkan replika monumen karya Edhi yang lain, yakni ”Monumen Selamat Datang”, yang sampai kini terpancang di Bundaran HI Jakarta, ”Monumen Pembebasan Irian Barat”, yang juga masih berdiri kekar di Lapangan Banteng Jakarta. Edhi juga menyertakan karya-karya individual yang ia kerjakan di sela-sela konsentrasinya menggarap begitu banyak monumen dan diorama di Tanah Air.

Karya-karya monumen Edhi memberi petunjuk keterlibatannya yang dalam pada pergerakan sejarah bangsa. Ia memang menjadi salah satu seniman ”kepercayaan” Presiden RI Soekarno. Monumen Selamat Datang dibangun atas permintaan Bung Karno tahun 1958 untuk menyambut pesta olahraga kelas dunia, Games of the New Emerging Forces, yang diikuti 144 negara. Dan monumen itu kemudian menjadi kebanggaan bangsa yang baru saja merdeka di hadapan ratusan perwakilan negara yang hadir di Jakarta. Di situ seni membuktikan dirinya sebagai penyulut ”harga diri”, tidak merasa rendah di mata bangsa lain di dunia.

Kenangan yang sampai kini mengharu biru perasaan seniman kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, ini justru terjadi di Pancoran. Bung Karno meminta Edhi Sunarso membuat monumen yang mencitrakan kedigjayaan dunia dirgantara Indonesia tahun 1964. Tanggal 30 September 1965, Edhi memenuhi panggilan Bung Karno di Istana Negara Jakarta. Sampai siang hari, cerita Edhi, ia menunggu di teras belakang Istana, tetapi Bung Karno tidak kunjung tiba. Belakangan ia mengetahui hari itu terjadi apa yang disebut Gerakan 30 September.

Februari 1967, mendadak Edhi mendapat panggilan dari Bung Karno lagi. Saya kutipkan dialog yang dituliskan Edhi Sunarso dengan Bung Karno yang begitu dramatis.

”Edhi, apa patung Dirgantara sudah selesai kau kerjakan?”

”Sudah Pak,” jawab Edhi.

”Lalu mengapa tidak segera kau pasang?” tanya Bung Karno.

”Saya tidak punya biaya lagi Pak, bahkan saya terbelit utang… rumah saya pun sudah disegel….”

Bung Karno diam sesaat, lalu berkata, ”Tidak apa-apa Dhi, sudah seharusnya kau katakan. Patung itu harus dipasang untuk menepis anggapan bahwa landasan monumen Dirgantara yang dikerjakan Saudara Sutami, sebuah bentuk penyerangan terhadap diriku. Ada juga yang menyebut monumen itu sebagai monumen Cukil Mata…Aku minta padamu segera dipasang,” ujar Bung Karno.

Edhi menuturkan, Bung Karno kemudian memanggil seseorang bernama Gafur dan menyuruhnya menjual salah satu mobil milik Bung Karno sendiri. Hasil penjualan mobil itulah yang digunakan untuk menyelesaikan pemasangan Monumen Dirgantara.

Ceritanya tak berhenti di situ. Setelah meninjau ke lokasi pemasangan patung, Bung Karno tiba-tiba berpulang. Saat Edhi berada di puncak Dirgantara, mobil jenazah melintas di bawahnya. Ia buru-buru turun dan menyusul ke Blitar, di mana Bung Karno dimakamkan. ”Jadi Monumen Dirgantara adalah monumen yang tidak pernah terbayar lunas dan tidak pernah diresmikan,” tulis Edhi dalam katalog pameran.

Pengggerak

Pada kata ”retrospeksi”, Edhi Sunarso makin meneguhkan dirinya sebagai pelopor pembuatan patung-patung monumental di Indonesia. Karya-karyanya, yang kata kurator pameran Mikke Susanto, cenderung bergaya realis-romantik, adalah seni yang terlibat. Seni bagi Edhi, pada sisi ini, memiliki kontribusi dominan sebagai penggerak dan peneguhan citra identitas berbangsa. Kendati konsolidasi menjadi ”Indonesia” sudah bisa dianggap selesai ketika lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928, sebagai negara, Indonesia masih sangat muda. Dan karena itu, masih sangat membutuhkan perekat, yang diharapkan makin menggumpalkan rasa keindonesiaan tadi.

Karya-karya individual Edhi juga tidak bisa dilepaskan dari semangat itu. Tengoklah karya berjudul Kemenangan (2003). Karya ini dibangun dari dua tiang logam yang menyangga dua bulatan oval yang bersilangan dan pada bagian tengahnya dipancangkan logam lurus menyerupai pemancar petir. Karya ini ibarat tugu, bahkan monumen meski bentuknya kecil, yang menggambarkan keteguhan dan kekekaran menuju kemenangan. Ada gelora api perjuangan di dalamnya.

Itu bisa dipahami jika kita menoleh pada biografi Edhi. Seniman ini telah bergabung dengan para pejuang kemerdekaan dan meninggalkan sekolahnya pada usia belasan tahun. Ia bahkan pernah ditangkap dan dipenjara hampir tiga tahun oleh Belanda. Perjalanan hidup Edhi inilah yang mungkin menarik hati Bung Karno sehingga memberinya kepercayaan membangun monumen penting dalam momentum kehidupan bangsa ini.

(kutipan Harian Kompas, Minggu, 24 Januari 2010)

Sejarah Monumen Patung Dirgantara / Patung Pancoran Bagikan

Versi A

Monumen Patung Dirgantara atau lebih dikenal dengan nama Patung Pancoran adalah salah satu monumen patung yang terdapat di Jakarta. Letak monumen ini berada di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Tepat di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron Dirgantara yang dulunya merupakan Markas Besar TNI Angkatan Udara. Posisinya yang strategis karena merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi para pendatang yang baru saja mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.

Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta. Sedangkan proses pengecorannya dilaksanakan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono. Berat patung yang terbuat dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan kaki patung mencapai 27 Meter. Proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana.

Pengerjaannya sempat mengalami keterlambatan karena peristiwa Gerakan 30 September PKI di tahun 1965.

Rancangan patung ini berdasarkan atas permintaan Bung Karno untuk menampilkan keperkasaan bangsa Indonesia di bidang dirgantara. Penekanan dari desain patung tersebut berarti bahwa untuk mencapai keperkasaan, bangsa Indonesia mengandalkan sifat-sifat Jujur, Berani dan Bersemangat

Sumber dari: Wikipedia





Versi B

Patung Pancoran semula dikenal sebagai Patung Dirgantara. Dibangun oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno, demi kebanggaan rakyat menjadi manusia Indonesia. Gatot Kaca Mental Bentolo yang menjejak terbang dan tinggal landas—menuju Tebet. Soekarno juga yang memeragakan dirinya sebagai model, sebelum pematung asal Yogyakarta, Edhi Sunarso membuatnya. “Berulang-ulang sampai beliau suka, baru maketnya dikerjakan.” ujarnya.

Pengerjaan patung sebenarnya selesai pada 1964 di Yogyakarta, namun sempat terhenti ketika terjadi Gerakan 30 September 1965. Pemerintah baru membayar sekitar 5 juta dari total dana 12 juta yang sementara ditanggung oleh Edhi Sunarso. Inilah monumen terakhir yang tak pernah diresmikan oleh Soekarno karena beliau terlanjur sakit lalu wafat. Biayanya tak pernah dilunasi pemerintah, walau Soekarno sempat menjual mobilnya, namun hanya 1 juta, sama sekali tidak menutupi biaya.

Patung yang pernah dianggap monumen cukil mata Gerwani oleh para anti-Soekarno, kini terjepit dua jalan layang, dan untuk sementara menanti kebijakan “Pemugaran dan Relokasi Monumen Dirgantara”. Pilihan pemugaran antara lain: meninggikan pedestal hingga 10 meter, memindahkan patung ke sebelah selatan (lebih mudah mengubah situs daripada menghancurkan jalan layang), memindahkannya ke sudut bekas Markas Besar Angkatan Udara, atau dibiarkan saja (yang mungkin lebih baik, mencerminkan kesendiriannya yang lalu ditemani satu, dua jalan layang, sampai perubahan ajaib lainnya).

Apakah patung Pancoran tak cukup lepas landas mengejar gejolak kotanya? Atau perencanaan kota Jakarta yang tak pernah selaras? Cukup menghargai situs hanya dengan—seandainya—tidak menghilangkannya? Jika dulu Soekarno sampai menjual mobilnya demi menutupi biayanya, kini patung itu terjepit dua jalan layang karena orang Jakarta punya terlalu banyak mobil. Apapun yang terjadi, seperti segala yang mungkin di kota ini, semoga Gatot Kaca tetap mengarah Tebet. Setidaknya menyisakan sesuatu bagi saya, akan bagaimana seorang ayah pernah mengenang kotanya sendiri dan menanamkan ingatan itu pada saya sampai sekarang.

Sumber dari: Karbon Journal

oleh: Ahmad Sekhu

Friday 22 January 2010

Beranda Sastra

Launching lima buku puisi Afrizal Malna
Minggu, 24 Januari 2010.
Pukul 09.00 WIB
Tempat SMA PGRI I Jl. Raya Surodinawan 55 Kota Mojokerto
Narasumber Akhudiat, M. Nur Baderi (Mamack) dan Afrizal Malna
selain itu acara di meriahkan dengan video art Afrizal Malna

Panitia:
Biro Sastra Dewan Kesenian Kota Mojokerto dan
Dewan Kesenian Jatim

Info:
Saiful Bakri
0321-4151905
085733184050
081330061978