Saturday 15 January 2011

BUKU DEWAN KESENIAN JATIM: ARSITEKTUR KOPROL-ANAS HIDAYAT

Judul: ARSITEKTUR KOPROL
MENYENTIL SURABAYA, MENGGELITIK JAWA TIMUR

Penulis : Anas Hidayat
Editor : Nonot Sukrasmono, Syalabi Hifni, Syahlan Husein, Khusnul Bacri
Pracetak : Ribut Wijoto, Abdul Malik
Design Cover & Layout : Mufian Haris
Cetakan Pertama : Juli 2010
ISBN: 978-602-96092-2-6

Penerbit :
Dewan Kesenian Jawa Timur
Jl Wisata Menanggal Surabaya 60234
Telp/ Fax: 031-8554304
Email: dk_jatim@yahoo.com

Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbitan (KDT)
Hidayat, Anas
Arsitektur Koprol
Surabaya,
Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010
120 hlm.; 21 x 29,7 cm

Untuk mendapatkan buku ini, silakan kontak:
Bapak Nonot Sukrasmono
Ketua Komite Seni Rupa
Dewan Kesenian Jatim
085746740940 dan 031-71775987
e-mail:nonotmono9@gmail.com



Catatan Komite seni rupa
Arsitektur sebagai bagian senirupa, memiliki “perangai” kompleks. Dikatakan fungsional, tetapi daya ciptanya juga bersifat individual seperti senimurni. Lebih dari itu, visi daya ciptanya bisa menerobos ke masa depan dalam hitungan dekade. Bila telah diterima masyarakat,keberadaannya menjadi trend tidak terbendung lagi mengisi seluruh penjuru dunia.
Walaupun dalam realisasinya terjadi percampuran-percampuran dengan kebutuhan lokal, intinya daya cipta arsitek penemunya masih tertanam di dalamnya. Sebagai contoh, ketika berhadapan dengan beberapa gedung bertingkat di kota Surabaya (denangan joglo atau gasebonya), Medan, Makasar, Bali. Di bagian pintu utama ditampilkan (potongan) rumah adat. Karakter setempat ini dipilah-pilah dulu, antara modern dan tradisional, serta pengembangannya yang masuk wilayah seni kontemporer.
Dalam “kacamata” modern, seni bersifat baru dan individual. Berseberangan dengan sifat tradisional. Objeknya lebih tepat disebut artifak budaya (tradisional). Artifak artinya hasil fisik (dari aktivitas budaya) dan budaya bersifat kolektif. Misal, ukir kayu. Keberlanjutannya tetap dikerjakan pada kayu dengan motif tetap sama. Hal ini terus bertahan karena terikat pemaknaan yang bersifat kolektif bagi komunitasnya. Tiruannya berbahan semen dengan motif sama persis, namanya simulacrum (simulasi atau tiruan) dan menjadi seolah-olah tradisional. Perubahannya sudah bergeser masuk ranah senikontemporer (Post-Modernism). Dari sifatnya yang hanya tempelan (di pintu
masuk utama), kategorinya (dalam seni kontemporer) hybrid (campuran). Dapat juga dikatakan kombinasi oposisi biner (kombinasi pasangan bertentangan), antara modern dan tradisional.
Bangunan aslinya berbentuk kubus. Lahir dari rasionalitas spirit modern.
Giliran Corbusier berpengaruh. Terbukti dari merebaknya (trend) “arsitektur seperti patung” (di internet). Salah satu arsiteknya ialah Daniel Libeskind. Bersiap-siap bangunan lama (“kubus”, Art Nouveau dan Art Deco) di kota Surabaya tergusur arsitektur gaya Libeskind. Apalagi pemukiman “tradisional” (bukan dalam arti sebenarnya) dan kumuh. Jelas terlihat, setiap muncul gedung baru selalu tergusur. Hasrat gedung baru berkehendak hadir di tengah kota, untuk menunjukkan, kota (Surabaya) yang “diduduki” tidak ketinggalan jaman. Inilah bukti kebenaran (“mitos baru” tentang)
“Dunia Baru dan Jaman Baru” dalam spirit modern. Bagai “Avatar” (wakil atau reinkarnasi Dewa yang hidup di muka bumi) memberi “Pencerahan” tentang hidup baru untuk mengenyahkan nilai dan spirit lama. Tidak mustahil, popularitas Libeskind akan “mengguncang dunia” ketika rancangannya terealisasi menggantikan Menara Kembar WTC. Bila benar, trend atau Dunia Baru dengan Spirit Baru akan muncul.
Terus bagaimana Surabaya khususnya Jawa Timur pada umumnya apakah akan juga bermunculan gedung-gedung pencakarlangit dengan gaya lain dari pada yang lain kita tunggu aja perkembangannya.
Saya berharap semoga buku ini bisa dijadikan referensi dan rujukan bagi pembaca,penikmat dan para creator ,para arsitek untuk lebih memahami salah satu cabang seni ini.
Salam budaya
Surabaya 30 Juni 2010
Nonot Sukrasmono
Ketua Komite Seni Rupa
Dewan Kesenian Jawa Timur.
085746740940 dan 031-71775987
e-mail:nonotmono9@gmail.com


SEKAPUR SIRIH:

Perjalanan Dewan Kesenian Jawa Timur (DK-Jatim) sebagai lembaga publik yang menyertai Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam melangsungkan ritual pembangunan sangat menyadari bahwa perubahan dan kompleksitas yang dihadapi merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi dengan cermat, cepat dan tepat. Dalam menjalankan estafet kepengurusan Periode III DK-jatim sesungguhnya sangat diuntungkan oleh 3 (tiga) faktor utama :

Pertama, Kepengurusan periode 2008-2013 tinggal melanjutkan fondasi kuat yang telah dibangun oleh kepengurusan sebelumnya. Ibarat menuai berkah dari masa tanam 10 tahun yang sangat melelahkan. Sungguh memberikan apresiasi yang tinggi dan merasa berhutang pada kepengurusan sebelumnya.

Kedua, Kepengurusan periode 2008-2013 berada pada sebuah moment kulminasi dari berlangsungnya proses reformasi yang ditandai dengan kian mandirinya masyarakat sipil. Otonomi daerah kian menemukan arah dan bentuknya, transparansi dan profesionalisme pemerintahan kian proporsional, demokrasi kian berlangsung lebih baik dan lain semacamnya, termasuk secara institusional Dewan Kesenian dipahami sebagai bagian dari perangkat negara yang ditandai dengan persetujuan Presiden untuk membentuk Dewan Kesenian Nasional.

Ketiga, kita memasuki peradaban Gelombang IV, yang dipahami bahwa ekonomi kreatif sebagai mata uang baru bagi negara. Hal ini didasari oleh kajian bahwa dalam situasi krisis ekonomi global, justru kekayaan seni budaya dan insan kreatif merupakan modal serta memiliki daya saing tinggi. Para insan kreatif (seniman) tengah ditimang dan dicanangkan tidak hanya untuk memperkokoh ketahanan budaya tapi juga sebagai ujung tombak dalam persaingan ekonomi kreatif yang meng-global ini.

Namun, sangat disadari pula bahwa kekayaan seni budaya Jawa Timur dan peluang yang terbentang ini sangat membutuhkan kesungguhan dan kesediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Dalam kesempatan ini, perlu diurai dengan seksama tentang apa yang telah dicapai dan apa yang hendak digapai untuk dievaluasi secara bersama-sama. Kesungguhan dalam buku ini adalah tahapan penting agar DK-Jatim semakin bermakna dalam menjalankan tugas dan fungsinya.



ACHMAD FAUZI
Ketua Umum
Dewan Kesenian Provinsi Jawa Timur



DAFTAR ISI
Halaman Judul
Sekapur Sirih
Catatan Ketua Komite Seni Rupa


Bagian Satu; Sentil Surabaya
01. Genesis Kampung dan Genesis Kota Surabaya
02. Paradoks dan Juling Surabaya
03. Arsitektur yang Bukan Arsitektur
04. Perkembangan Surabaya, antara Uang dan Ruang Kota
05. Surabaya, antara Idrus, Pram, Rendra dan Akhudiat
06. Surabaya Tempo Doeloe, Lalu Apa?
07. Mewarnai Surabaya, Sebuah Interpretasi Imajinatif
08.SDW 2008, Embrio Surabaya Kreatif
.
Bagian Dua; Jungkir-Balik dpavilion architects
09. Re
10. Jatim Park, Goyang Jawa Timuran
11. WBL, Tanjung Kodok yang Melompat Jauh
12. BNS, Sang Pemicu yang Spektakuler
13. Museum Satwa, yang Mengguncang dan Mengejutkan

Bagian Tiga; Gelitik Jawa Timur
14. Mengkinikan Nusantara
15. Majapahit dan Layer Sejarah
16. Ketika Candi Jawa Timur Menjelma Gunungan
17. Contertainer, Arsitektur yang Menghindar
18. Alun-alun Generasi Ketiga
19. Seandainya
20. Habitat, sebuah “Alun-alun” Vertikal
21. Hikayat Gereja Puhsarang, Kediri
22. Pondok Pesantren Turen, Malang; Arsitektur sebagai Laku
Tentang Penulis
Indeks

diambil dari pesan dari fb TEATER BELLGOMBEST

No comments:

Post a Comment