Wednesday 10 March 2010

Pameran Pelarangan Buku @ Taman Ismail Marzuki, Jakarta

Pelarangan Buku = Menutup Jendela Dunia
7 March 2010

Kejaksaan Agung membredel lima buku di penghujung 2009. Lima buku terlarang itu diantaranya “Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto” karangan John Rosa; dan “Suara Gereja Bagi Umat Tertindas: Penderitaan, Tetesan Darah dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri”, karya Socratez Sofyan Yoman.

Sikap ini semakin menegaskan realitas bahwa praktek pelarangan buku oleh institusi negara tidak pernah hilang bahkan setelah reformasi. Dahulu, pelarangan buku sangat dikenal dan diasosiasikan dengan watak otoritarianisme rejim orde baru. Tak hanya pelarangan, tindakan represif ini pada masa lalu juga diikuti dengan penyitaan buku secara paksa dan bahkan penangkapan dan pengadilan bagi mereka yang terkait dengan buku tersebut. Pengadilan atas Bambang Subono dan Isti di Yogyakarta di akhir tahun delapan puluhan, dimana mereka harus mendekam dipenjara lebih dari empat tahun karena kedapatan membawa salah satu buku sastra Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu contohnya.

Padahal, masa reformasi yang digulirkan pada 1998 mendorong lahirnya reformasi konstitusional yang memperkuat jaminan hukum positif perlindungan hak asasi di Indonesia. Hal itu diikuti pula dengan ratifikasi dua konvenan internasional utama hak asasi manusia yakni kovenan hak sipil dan politik dan kovenan internasional hak ekonomi sosial dan budaya di tahun 2005 melalui UU no 11 dan 12 tahun 2005.. Langkah pemerintah ini semakin mengukuhkan jaminan normatif perlindungan hak asasi pada masa transisi. Namun, keberlangsungan praktek pelarangan buku ini tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis atas komitmen perlindungan hak asasi khususnya maupun arah reformasi secara umum.

Dewan Kesenian Jakarta yang salah satu misinya mengakomodasi terciptanya iklim inspiratif demi pengembangan kreatifitas dan penciptaan karya, berada dalam satu barisan dengan ELSAM, ISSI, Ruang Rupa, Grafis Sosial, YLBHI, Yayasan Jurnal Perempuan, Komunitas Goodreads Indonesia dan Forum Indonesia Membaca, melawan tindakan anti kebebasan berpikir dalam kasus pembredelan buku-buku yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Serangkaian peristiwa seni mulai dari pameran, pertunjukan hingga karya seni di ruang publik akan menggarap tema serupa : Pelarangan Buku = Menutup Jendela Dunia. Acara ini akan berlangsung mulai 14 - 17 Maret 2010 di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki.

http://www.dkj.or.id/?opt=pages&cidsub=8&pages_id=546


Pameran “Pelarangan Buku = Menutup Jendela Dunia”
Minggu, 14 – 17 Maret 2010
17.00 WIB - selesai
Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki

Pertunjukan Musik
Efek Rumah Kaca (ERK)
Homicide

SARASEHAN SENIMAN
Senin, 15 Maret 2010
18.00 – 20.00 WIB
Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki

DISKUSI Sesi I
Selasa, 16 Maret 2010
13.00 – 15.00 WIB
Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki

Mengkaji masalah pelarangan buku dari aspek Hukum, HAM dan Filsafat. Diskusi ini sedianya juga akan mengundang Jaksa Agung Muda bidang Intelijen, Kejaksaan Agung RI yang akan menjelaskan proses pelarangan buku.

Aspek Hukum dan HAM: Melihat pelarangan buku dari aspek hukum dan HAM
Nara sumber : Patra M. Zen ( Direktur YLBHI)

Pelarangan buku: kajian dari perspektif Filsafat Politik
Nara sumber : Rocky Gerung (Dosen Filsafat FIB UI)*

DISKUSI Sesi II
Dampak Pelarangan Buku Terhadap Masyarakat Pengguna Informasi
Selasa, 16 Maret 2010
15.30 – 17.30 WIB
Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki

Dampak pelarangan buku bagi pegiat informasi di dunia maya.
Nara sumber: Agus Hamonangan (Moderator Forum Pembaca Kompas)*

Dampak pelarangan buku bagi komunitas para pembaca buku
Nara sumber: Amang Suramang ( Komunitas Goodreads)

Dampak Pelarangan buku bagi komunitas penulis
Nara Sumber: Happy Salma*

Dampak Pelarangan buku bagi Penerbit
Nara sumber : Ketua Ikapi
http://www.dkj.or.id/?opt=pages&cidsub=8&pages_id=545&submenu=agenda

Sumber: pesan dari FB Majalah Kidung

No comments:

Post a Comment