Monday 8 February 2010

MUSAHABAH CINTA

oleh: Enggar Faudian

“Cinta”. Perkataan yang biasa kita dengar dan ungkapkan. Setiap manusia yang berpeluang hidup di muka bumi ini pasti mengalami perasaan cinta. Manusia memang dilahirkan secara fitrahnya mempunyai perasaan cinta.

Seorang ibu sanggup berkorban nyawa untuk anaknya kerana cintanya kepada anak. Seorang bapak sanggup berkorban harta dan tenaga kerana perasaan cintanya kepada keluarga. Seorang penuntut sanggup mengarungi susah dan payah kerana cintanya kepada ilmu. Seorang perwira sanggup berkorban jiwa kerana cintanya kepada tanah air. Seorang hartawan sanggup berkorban masa dan maruah kerana cintanya kepada harta. Dan seorang pencinta kononnya sanggup merentasi lautan berapi lantaran cintanya kepada kekasihnya. Secara dasarnya, kita sanggup berbuat apa sahaja kerana ingin menjaga dan mengejar cinta.

Itulah cinta. Ia fitrah. Dan ia juga boleh menjadi fitnah. Ia boleh menjadikan seseorang mulia atau hina. Ia bisa mengubah manusia menjadi lebih baik di sisi Tuhan dan manusia. Dan ia bisa juga menjatuhkan nilai seseorang dari sudut pandangan Tuhan dan manusia.
Sudah lama kita menjalani kehidupan ini. Dan sudah banyak kali perkataan ‘cinta’ kita ungkapkan dan luahkan. Di kesempatan yang terbatas ini, marilah kita bermuhasabah. Muhasabah tentang cinta. Mudah-mudahan muhasabah ini bisa menyadarkan kita semua akan di mana letak duduknya rasa cinta kita? Di tempat yang sepatutnyakah? Atau sudah tersasarkah cinta kita selama ini?

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ada pun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah...” (Surah ke-2, Al-Baqarah: ayat ke-165)

Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Surah ke-9, at-Taubah: ayat ke-24)

Cukuplah dengan 2 ayat Al-Quran di atas bagi kita mula bermuhasabah. Jika selama ini kita telah meletakkan cinta dan perhatian kepada makhluk, nah mulai hari ini marilah kita letakkan semula rasa cinta dan kasih itu di tempat yang sepatutnya. Menyadari bahwa meletakkan cinta kepada ALLAH mengatasi segala-galanya, kita mesti membuktikan rasa cinta itu. Tidak cukup dengan hanya kalimah “aku cintakan ALLAH” atau “ALLAH adalah segala-galanya buatku” atau seumpama dengannya. Ia mesti dibuktikan! ALLAH subhanahu wata’ala telah berfirman di dalam Al-Quran tentang pembuktian cinta kepada ALLAH adalah dengan mengikuti segala suruhan dan perintah yang disampaikan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surah ke-3, ali-Imran: ayat ke-31)

Justru, bagi merealisasikan rasa cinta kepada ALLAH, kita juga mesti meletakkan rasa patuh dan cinta kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Al-hubb (cinta) dan al-ittiba’ (ikut) Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam adalah suatu yang dituntut agama.

Sudah banyak rasa kecewa menyinggahi jiwa kita. Sudah tidak terkira kita rasa sedih apabila orang yang kita cintai membuat sesuatu yang tidak kita sukai. Sudah acap kali kita didatangi keresahan apabila harta yang kita cintai hilang atau berubah hak milik. Ya, cinta kepada makhluk pasti mengundang kekecewaan.

Sekiranya cinta dan kasih diletakkan kepada Allah melebihi rasa cinta kita kepada makhluk-NYA, nescaya kita tidak akan didatangi kecewa. Sedih yang melanda akan segera terubat apabila cinta kepada Allah menguasai jiwa. Malah, jiwa akan hidup dalam ketenangan dan kemanisan iman akan mula menyerap ke dalam jiwa. Hadis riwayat Anas radhiallahu ‘anhu, dia berkata bahawa Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ada tiga hal yang barang siapa mengamalkannya, maka ia dapat menemukan manisnya iman, yaitu orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang lain, mencintai orang lain hanya karena Allah, tidak suka kembali ke dalam kekufuran (setelah Allah menyelamatkannya) sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka.” (Shahih Muslim No.60)

buatlah keputusan dengan kata hati...
nikmatilah kehidupan dengan rasa syukur...
hadapilah persoalan dengan keikhlasan ...
jadikan kejujuran dan kesabaran sebagai pegangan untuk berpijak...
lewati hari dengan senyum terindah...
tak ada yang abadi semua hanyalah ilusi... tak ada yang sempurna
jadikanlah apa adanya diri kita...

Semoga tulisan yang ringkas ini bisa mencetus rasa ingin memperbaiki rasa cinta kepada-NYA. Mudah-mudahn kita semua tergolong di dalam kumpulan manusia yang meletakkan dambaan cinta dan redha ALLAH sebagai yang utama, amin… WAllahu A’lam.

No comments:

Post a Comment